Adapun ruang lingkup Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura adalah kedua negara sepakat untuk melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.
Jenderal Administrasi Hukum Umum Cahyo Rahadian Muzhar, dalam Koran Tempo pada 29 Januari 2022, dari sebanyak 31 jenis tindak pidana, pelaku yang dapat diekstradisi adalah mereka yang melakukan tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotik, dan terorisme.
Selain itu, perjanjian tersebut bersifat adaptif. Artinya, berlaku terhadap jenis tindak pidana lain selama masih diatur dalam undang-undang ekstradisi kedua negara, baik yang berlaku sekarang atau yang akan datang.
Apabila pelaku kejahatan yang disasar ekstradisi berganti kewarganegaraan, maka hukum akan tetap berlaku. "Sebab, permintaan ekstradisi tidak dapat ditolak atas dasar kewarganegaraan apabila terkait dengan ketiga bentuk tindak pidana korupsi, penyuapan, terorisme," ucap Cahyo.
Sejumlah kalangan khawatir bahwa perjanjian ekstradisi yang diteken pemerintah ini menjadi barter dari perjanjian pertahanan (DCA) dan ruang kendali udara dengan Singapura. Anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi Demokrat, Didik Mukrianto, menegaskan bahwa kedaulatan negara tidak akan pernah sepadan jika ditukar dengan kepentingan apapun, termasuk buronan Indonesia di Singapura.
“Idealnya kedaulatan negara tidak boleh dibarter dengan kepentingan apapun jika itu merugikan Indonesia,” kata Didik.
Dia mengatakan, pemberantasan korupsi adalah komitmen dunia, bukan hanya Singapura dan Indonesia. Dalam konteks perjanjian ekstradisi, Didik menilai idealnya RI dan Singapura saling bekerja sama dalam memberantas korupsi tanpa harus barter kepentingan lain.
Politikus Demokrat ini menyinggung perjanjian ekstradisi yang pernah gagal diratifikasi pada 2007. Ia mengatakan, saat itu ada pertimbangan yang cukup fundamental, sehingga DPR harus berhati-hati dalam membahasnya. “Jika isi perjanjian-perjanjian tersebut mengancam kedaulatan dan merugikan Indonesia, mestinya kita tahu pilihannya, kedaulatan dan keselamatan negara di atas segalanya,” kata dia.
Dianggap Mengglorifikasi