Uang ini pun dialokasikan untuk tujuh instansi yaitu Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian PUPR, Polri, Kementerian Agraria, Badan Kepegawaian Negara, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Tapi ini hanya alokasi untuk 2022 saja. Sebab anggaran keseluruhan jauh lebih besar dari itu. Sejak pengumuman pertama kali, Jokowi sudah menyampaikan total kebutuhan biaya ibu kota baru mencapai Rp 466 triliun.
APBN tidak akan menanggung semuanya. "Soal pendanaan, kebutuhan Rp 466 triliun. 19 persen akan berasal dari APBN," kata Jokowi saat konferensi pers di Istana Negara, Senin, 26 Agustus 2019.
Tapi belakangan ini, ada dua versi yang muncul terkait porsi APBN dalam pembangunan ibu kota baru yaitu 19,4 persen dan 53,5 persen. Situs resmi ibu kota baru yaitu ikn.go.id, sempat menampilkan porsi APBN lebih besar untuk ibu kota baru yaitu 53,5 persen dan diberitakan oleh sejumlah media nasional.
Tapi pada Selasa pagi ini, pukul 11.00 WIB, situs tersebut mencatat porsi APBN hanya 19,4 persen. Porsi paling besar yaitu Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU sebesar Rp 252,5 triliun (54,2 persen) lalu investasi swasta dan BUMN atau BUMD (secara langsung) sebesar Rp 123,2 triliun (26,4 persen).
Walau ada dua versi, Sri Mulyani memastikan porsi APBN dalam proyek ibu kota baru masih dihitung. "Jadi sebetulnya ga ada yang disebut hari ini pre-conception 54 persen (53,5 persen) adalah APBN," kata dia
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata juga menyebut
anggaran apapun memang selalu dinamis, apalagi untuk kegiatan pembangunan ibu kota baru yang berjangka tidak pendek. Menurut dia, Sri Mulyani Indrawati akan segera melapor ke Jokowi bersama menteri-menteri yang lain.
"Termasuk mengenai anggarannya, sekaligus untuk mendapat arahan beliau (Jokowi). Setelah itu, saya yakin akan dilakukan komunikasi publik melalui media," kata dia saat dihubungi.