Jika nilai kurang dari itu, sopir tak bisa memindahkan isi truk mereka. Ulah karyawan ini sering membuat antrean bongkar muat menjadi tersendat. Kemacetan sampai ke luar kawasan pelabuhan menjadi konsekuensinya.
Seorang sopir kontainer bernnama Agung Kurniawan menceritakan pengalamannya dipalak di pelabuhan. Pria kelahiran Ngawi, 38 tahun silam ini mengatakan para sopir kontainer kerap jadi sasaran tindak premanisme.
"Begitu keadaan macet, itu di depannya ada yang dinaiki mobilnya, naik ke atas mobil bawa celurit atau nodong begitu, itu enggak ada yang berani menolong, Pak," ujar Agung saat bertemu Presiden Jokowi.
Soal maraknya pungutan liar di sejumlah depo diceritakan oleh sopir bernama Abdul Hakim. Depo adalah tempat meletakkan kontainer yang sudah dipakai atau mengambil kontainer yang akan dipakai. Menurut Abdul Hakim, para karyawan depo sering meminta imbalan berupa uang tip agar laporannya bisa diproses segera.
"Kalau enggak dikasih kadang diperlambat. Itu memang benar-benar, seperti Fortune, Dwipa, hampir semua depo rata-rata. Itu Pak. Yang sekarang itu yang saya perhatikan itu yang agak-agak bersih cuma Depo Seacon dan Depo Puninar," kata pria 43 tahun ini kepada Jokowi.
Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan pungli dan pemalakan kepada sopir truk kontainer tak hanya terjadi di Tanjung Priok. Dia mengingatkan Jokowi agar atensi untuk pemberantasan pungli tak hanya ditujukan di Jakarta Utara. Tindakan serupa juga berlangsung di daerah-daerah lain dengan skala yang berbeda.
Reza menyatakan langkah cepat Kapolri menangkap para preman dan pelaku pungli terhadap sopir truk ini perlu diapresiasi. Namun menurut dia, tindakan menangkap 49 orang pelaku pemerasan dan pungutan liar itu belum cukup.