TEMPO.CO, Jakarta - Penangkapan 49 pelaku pemerasan dan pungli di Tanjung Priok berawal dari telepon singkat Presiden Joko Widodo pada Kamis pagi.
Pada pagi itu di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Presiden Jokowi memanggil ajudannya, Kolonel Abdul Haris. Dia meminta Abdul menghubungi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melalui sambungan telepon.
"Pak Kapolri, selamat pagi," sapa Jokowi di Tanjung Priok, 10 Juni 2021.
"Siap, selamat pagi Bapak Presiden," jawab Sigit.
"Enggak, ini saya di Tanjung Priok, banyak keluhan dari para driver kontainer yang berkaitan dengan pungutan liar di Fortune, di NPCT 1, kemudian di Depo Dwipa. Pertama itu," kata Jokowi.
"Siap," jawab Kapolri.
"Yang kedua, juga kalau pas macet itu banyak driver yang dipalak preman-preman. Keluhan-keluhan ini tolong bisa diselesaikan. Itu saja Kapolri," ujar Jokowi soal tujuannya menghubungi.
"Siap Bapak," jawab Sigit kembali.
Tidak sampai 24 jam pascatelepon itu, 49 pelaku pungli di Tanjung Priok diringkus oleh anak buah Sigit. Mereka diciduk di berbagai tempat, seperti JICT Tanjung Priok, Depo Dwipa Kharisma Mitra Jakarta di KBN Marunda, dan Depo PT Greating Fortune Container (GFC) Indonesia Terminal di Cilincing.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan pelaku pungli yang diciduk terdiri dari karyawan perusahaan yang beroperasi pelabuhan beserta preman jalanan. Mereka mengambil pungutan liar dari lima pos di pelabuhan, antara lain pintu masuk, tempat pencucian truk, hingga pelabuhan tempat bongkar muat.
"Jumlah punglinya mulai dari Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10 ribu sampai dengan Rp 20 ribu," ujar Yusri, 11 Juni 2021.
Untuk bagian bongkar muat, karyawan mengambil pungutan dengan menurunkan botol minuman dari ruang crane. Jika uang yang diberikan sopir sejumlah Rp 20 ribu, maka petugas akan melakukan proses bongkar muat.