"Walaupun kita lihat di kuartal III 2020, sektor tersebut sudah mulai pulih, tentunya dengan pengetatan ini bisa jadi sektor tersebut kembali terregeresi bisa seperti pada kuartal II 2020," tutur Shinta. Meskipun demikian, Shinta mengapresiasi kebijakan pemerintah mengetatkan protokol kesehatan menjelang liburan akhir tahun. Pasalnya, liburan tersebut akan meningkatkan mobilitas masyarakat di dalam wilayah ataupun antar wilayah. "Saat ini di Indonesia, kasus Covid-19 belum segera pulih, tentunya dalam sektor kesehatan kita tidak ingin kasus Covid-19 semakin meningkat dengan keterbatasan sektor kesehatan. Di sisi lain apabila kesehatan lumpuh, ekonomi bisa lumpuh akibat laju spending masyarakat dan optimisme masyarakat terhadap pasar yang terus tergerus," ujar dia.Pemerintah berencana melakukan pengetatan aktivitas masyarakat secara terukur pada 18 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021. Kebijakan tersebut meliputi kebijakan bekerja dari rumah 75 persen, pelarangan perayaan tahun baru diseluruh provinsi, dan pembatasan jam operasional mal, restoran, tempat hiburan sampai pukul 19.00 untuk Jabodetabek dan 20.00 untuk zona merah di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.Untuk perjalanan menggunakan kereta api jarak jauh dan pesawat akan diwajibkan untuk melakukan rapid test antigen maksimal H-2. Selain itu, khusus untuk kunjungan ke Bali, pemerintah mensyaratkan penumpang untuk melakukan tes PCR pada dua hari keberangkatan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Roy N. Mandey mengatakan pelaku usaha mendukung kebijakan pemerintah mencegah gelombang kedua kasus positif Covid-19. Namun, ia menilai pemerintah harusnya membuat kebijakan yang tidak sampai kembali menggerus omzet pelaku usaha mal, retail modern, dan restoran.
Dampak Pengetatan Aktivitas di Akhir Tahun terhadap Bisnis Retail dan Pariwisata
Reporter
Editor
Rabu, 16 Desember 2020 19:47 WIB
"Walaupun kita lihat di kuartal III 2020, sektor tersebut sudah mulai pulih, tentunya dengan pengetatan ini bisa jadi sektor tersebut kembali terregeresi bisa seperti pada kuartal II 2020," tutur Shinta. Meskipun demikian, Shinta mengapresiasi kebijakan pemerintah mengetatkan protokol kesehatan menjelang liburan akhir tahun. Pasalnya, liburan tersebut akan meningkatkan mobilitas masyarakat di dalam wilayah ataupun antar wilayah. "Saat ini di Indonesia, kasus Covid-19 belum segera pulih, tentunya dalam sektor kesehatan kita tidak ingin kasus Covid-19 semakin meningkat dengan keterbatasan sektor kesehatan. Di sisi lain apabila kesehatan lumpuh, ekonomi bisa lumpuh akibat laju spending masyarakat dan optimisme masyarakat terhadap pasar yang terus tergerus," ujar dia.Pemerintah berencana melakukan pengetatan aktivitas masyarakat secara terukur pada 18 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021. Kebijakan tersebut meliputi kebijakan bekerja dari rumah 75 persen, pelarangan perayaan tahun baru diseluruh provinsi, dan pembatasan jam operasional mal, restoran, tempat hiburan sampai pukul 19.00 untuk Jabodetabek dan 20.00 untuk zona merah di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.Untuk perjalanan menggunakan kereta api jarak jauh dan pesawat akan diwajibkan untuk melakukan rapid test antigen maksimal H-2. Selain itu, khusus untuk kunjungan ke Bali, pemerintah mensyaratkan penumpang untuk melakukan tes PCR pada dua hari keberangkatan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Roy N. Mandey mengatakan pelaku usaha mendukung kebijakan pemerintah mencegah gelombang kedua kasus positif Covid-19. Namun, ia menilai pemerintah harusnya membuat kebijakan yang tidak sampai kembali menggerus omzet pelaku usaha mal, retail modern, dan restoran.