Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Heru Novianto berdalih petugas menembakkan gas air mata ke permukiman warga Kwitang karena massa aksi bersembunyi di sana. Massa sembunyi di Kwitang setelah dibubarkan di kawasan Tugu Tani.
Heru mengatakan, massa aksi sudah tiga kali bolak-balik masuk ke permukiman warga Kwitang. Saat keluar permukiman, kata dia, massa melakukan pembakaran. Karena itu, kata Heru, polisi akhirnya masuk ke dalam lingkungan tempat tinggal warga untuk membubarkan.
"Kalau tidak kita tuntaskan, mereka (massa aksi) akan keluar-keluar lagi (dari permukiman)," kata Heru.
Sejumlah mahasiswa melakukan longmarch saat unjuk rasa menuju gedung DPRD Kediri, Jawa Timur, Senin, 12 September 2020. Aksi ratusan mahasiswa tersebut menuntut dicabutnya pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang dinilai merugikan masyarakat kecil. ANTARA/Prasetia Fauzani
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus enggan berkomentar banyak soal dugaan penganiayaan yang dilakukan polisi terhadap jurnalis. Jika ada yang merasa jadi korban, Yusri hanya menyarankan untuk melapor.
"Bikin laporan ke Propam Polda," ujar Yusri di Polda Metro Jaya pada Jumat, 9 Oktober 2020.
Polisi seolah tidak belajar dari kesalahan yang baru dilakukannya tahun lalu. Pada 2019, penanganan aparat dalam aksi 22 Mei dan gerakan Reformasi Dikorupsi menimbulkan banyak korban luka hingga korban jiwa. Bahkan, kasus tewasnya mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara karena penanganan unjuk rasa Reformasi Dikorupsi masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hingga saat ini alias belum vonis.
"Sejauh pengamatan, baru tahun ini saja, yang kasus lama masih berjalan terus tiba-tiba muncul korban baru dan tipenya sama, penanganan aksi massa," ujar Peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (KontraS), Rivanlee Anandar kepada Tempo, Jumat, 16 Oktober 2020.
Menurut Rivanlee, penanganan aksi massa oleh polisi setidaknya sejak 2019 sudah tidak lagi melihat aturan-aturan yang berlaku seperti Perkap Nomor 8 tahun 2009 mengenai implementasi HAM. Selain itu, polisi juga dinilai melakukan tindakan secara subyektif.