TEMPO.CO, Jakarta - Impian Dinta Permatasari dan suaminya untuk bisa menginjakkan kaki di Tanah Suci Mekkah terpaksa ditunda sementara setelah pemerintah membatalkan pemberangkatan ibadah haji pada tahun ini akibat Covid-19. Penantiannya sekitar enam tahun sejak mendaftar pada 2015 lalu pun kian panjang.
Kebijakan yang diumumkan Menteri Agama Fachrul Razi pada Selasa, 2 Juni 2020, sejatinya tak begitu mengagetkan bagi ibu dua anak itu. Pasalnya, virus Corona belum juga sirna sejak menyebar pada awal tahun ini.
"Kami sebenarnya sudah menduga karena kan wabah Corona masih belum usai dan situasi di Saudi juga masih membatasi pembukaan masjid-masjid," tutur perempuan berusia 40 tahun itu kepada Tempo, Rabu, 3 Juni 2020.
Pagebluk yang masih ganas di berbagai wilayah sejak awal sudah membuat Dinta khawatir. Bahkan, perempuan asal Riau itu mengatakan telah bersepakat dengan suaminya untuk tetap menunda keberangkatannya sekalipun pemerintah memutuskan untuk memberangkatkan jemaah.
"Kalau berangkat pun protokol Covid-19 sangat panjang. Di Tanah Suci juga kami terlalu khawatir terpapar sehingga bisa membuat kami tidak nyaman dalam beribadah," ujar ibu dua anak ini.
Kemarin, Kementerian Agama menyatakan meniadakan Ibadah Haji 2020 karena pandemi Covid-19 masih menghantui dunia khususnya Arab Saudi. "Pemerintah memutuskan tidak memberangkatkan jemaah haji pada tahun 1441 Hijriah atau 2020," kata Menteri Agama Fachrul Razi dalam konferensi pers virtual, Selasa, 2 Juni 2020.
Keputusan ini diambil setelah mendapat masukan dari Pusat Krisis Haji 2020 yang telah membuat kajian khusus terhadap tiga skema penyelenggaraan haji semasa pandemi. Ketiga skema ini adalah haji normal, dibatasi, atau dibatalkan. Masuk Mei, opsi mengerucut pada pembatasan atau pembatalan.
Seiring berjalannya waktu, pemerintah Arab Saudi tak kunjung membuka akses haji untuk negara manapun. Akibatnya, pemerintah tak punya waktu menyiapkan penyelenggaraan haji tersebut. Sehingga pemerintah memutuskan meniadakan keberangkatan Ibadah Haji 2020.
Fachrul berujar pemerintah pun tidak memiliki waktu yang luang apabila memaksakan memberangkatkan jemaah haji. Sebab, berdasarkan jadwal, kloter pertama jemaah haji Indonesia sudah harus berangkat pada 26 Juni 2020. Sementara pemerintah dan jemaah membutuhkan tambahan waktu untuk mengikuti protokol kesehatan.
"Dalam skenario ini (pengurangan kuota) maka rentang waktu haji akan lebih lama karena ada masa tambahan karantina 14 hari sebelum berangkat, setelah tiba (di Arab Saudi), dan setelah tiba kembali (di Indonesia)," tutur Fachrul.