TEMPO.CO, Jakarta - Bisnis penerbangan ditengarai kian lesu setelah pengetatan pergerakan keluar dan masuk DKI Jakarta dengan mewajibkan sejumlah dokumen dimiliki para penumpang pesawat. Hal ini dilakukan di antaranya untuk memutus mata rantai penyebaran virus Corona yang hingga kini belum bisa ditekan secara signifikan.
Manajemen Garuda Indonesia, misalnya, mengakui okupansi penerbangannya makin anjlok setelah pemberlakuan surat izin keluar-masuk atau SIKM yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Tentu ini sangat berdampak. Karena di mata penumpang, (aturan) yang ada jadi lebih merepotkan," tutur Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Irfan Setiaputra kepada Tempo, Kamis, 28 Mei 2020.
SIKM merupakan surat yang diterbitkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai syarat mutlak yang harus dikantongi warga bila ingin masuk atau keluar dari Jakarta. Syarat memiliki SIKM ini diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Nomor 47 Tahun 2020.
Aturan SIKM terbit setelah Pemerintah Jakarta melakukan evaluasi terhadap perkembangan kurva kasus penyebaran virus Corona. Aturan ini sekaligus untuk mencegah masuknya pemudik-pemudik ilegal di masa arus balik Lebaran seusai pemerintah menetapkan larangan bepergian.
Selain SIKM, pemerintah menambah syarat bagi penumpang yang akan melakukan perjalanan. Bila sebelumnya penumpang diperkenankan membawa surat kesehatan saja, kini pemerintah memperketat syarat itu dengan mewajibkan mereka membawa hasil rapid test atau polymerase chain reaction (PCR) dengan hasil negatif virus Corona.
Kebijakan tersebut sesuai dengan Surat Edaran Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 5 Tahun 2020 yang diterbitkan baru-baru ini. Adapun hasil tes PCR itu berlaku untuk rentang waktu 7 hari. Sedangkan rapid test hanya berlaku selama 3 hari setelah hasil pengecekan keluar.
Kini, Irfan mengatakan, tingkat keterisian atau okupansi armadanya tak mencapai 50 persen dari total kapasitas yang disediakan. Belum lagi sejumlah penumpang dengan keperluan khusus pun telah membatalkan rencana penerbangan setelah aturan baru terbit. Meski tak mendetailkan jumlahnya, Irfan mengakui tren pembatalan tiket cukup tinggi.
Setali tiga uang, manajemen Lion Air Group mengeluhkan hal serupa. Penumpang-penumpang burung besi berlogo singa merah itu enggan melanjutkan perjalanan meski telah mengantongi dokumen yang diperlukan sebagai syarat terbang pasca-aturan SIKM muncul.