Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan program ini sangat bisa dijadikan kendaraan politik untuk merebut simpati masyarakat. Pasalnya pendaftar Kartu Prakerja sudah jutaan orang dan menjadikannya sebagai program yang populer.
"Mungkin digunakan kampanye apalagi Pilkada (bahwa) pemerintah telah lakukan Kartu Prakerja dan ada intensif semi Bansos, bahwa ada dukungan partai, bisa dijual buat konstituen," tuturnya.
Program ini, kata Bhima, sudah bermasalah sejak awal. Ia pun meminta Presiden Joko Widodo turun tangan langsung menghentikan program ini. "Karena sepertinya ada beberapa pejabat yang masih mempertahankan konsep Kartu Prakerja yang salah total dan gak bisa dijadikan stimulus saat pandemi. Tidak bisa andalakan Menko (Airlangga)," tuturnya.
Menurut Bhima, ada permainan oligarki di balik vendor-vendor yang mendapatkan proyek Kartu Prakerja. Hal ini semakin kentara saat konten-konten pelatihan yang ada terkesan dipaksakan dan dianggap tidak dibutuhkan warga dalam menghadapi Covid-19.
Tempo merangkum beberapa kelas yang ditawarkan oleh pemerintah bagi penerima Kartu Prakerja, antara lain: Kelas memancing dan kelautan (seharga Rp 799 ribu), kelas menjadi YouTuber bagi pemula (Rp 125 ribu), pelatihan pengelolaan masjid (Rp 350 ribu), dan pengetikan dasar Microsoft Word (Rp 1 juta). "Kontennya dipaksakan dan tidak punya impact terhadap kenaikan skill," kata Bhima.