TEMPO.CO, Jakarta - Kegiatan susur Sungai Sempor yang diadakan Jumat sore, 21 Februari 2020, berujung tragis. Sebanyak 249 siswa SMPN 1 Turi, Sleman, Yogyakarta, yang mengikuti kegiatan Pramuka terseret arus sungai yang mendadak menjadi deras dan debit airnya meninggi karena hujan. Akibatnya, 10 pelajar ditemukan meninggal karena tenggelam. Dua mayat terakhir ditemukan pagi tadi. Penemuan korban itu sekaligus mengakhiri pencarian.
Kepolisian Polda DI Yogyakarta menyatakan telah memeriksa tujuh Pembina Pramuka SMPN 1 Turi Sleman yang mendampingi siswa dalam kegiatan, seorang pembina berinisial IYA sebagai tersangka. Pembina Pramuka sekaligus guru olaharaga itu dibidik pasal berlapis yakni; dugaan kelalain yang menyebabkan orang lain luka-luka dan kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal dunia.
Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka juga akan segera memproses IYA. Temuan sementara Kwarnas, pembina tidak berkoordinasi dengan pihak sekolah dan orang tua dalam kegiatan itu. "Pembina bertindak sendiri, tidak ada surat kepada orang tua, juga pihak Kwartir ranting," ujar Kepala Pusat Informasi Kwarnas Pramuka, Guritno saat dihubungi Tempo pada Ahad, 23 Februari 2020.
Guritno mengatakan, pembina seharusnya berkoordinasi dan meminta izin kepada semua pihak sebelum melakukan kegiatan itu. Mulai dari kepala sekolah, orang tua semua siswa, aparat desa, kecamatan, TNI/Polri, Kwartir Ranting, Kwartir Cabang, dan masyarakat.
Kendati demikian, kata Guritno, kasus ini bukan hanya tanggungjawab pembina sendirian, melainkan juga pihak sekolah. "Sekolah harus bertanggungjawab.” Tak bisa mengelak walau kepala sekolah mengaku tidak merasa diberitahu. “Seharusnya kepala sekolah menjalankan fungsi kontrol sebagai penanggung jawab semua kegiatan siswa/sekolah."