Kepala Sekolah SMPN 1 Turi, Tutik Nurdiana mengaku tidak mengetahui pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler itu. "Mereka (para pembina Pramuka) tidak matur (memberitahu) ke saya," ujar Tutik di SMPN 1 Turi, Sleman, Sabtu 22 Februari 2020. Kegiatan Pramuka susur sungai itu sudah dianggap familiar karena siswa kebanyakan berasal dari Turi. Tutik benar-benar tak menyangka, ternyata aktvitas itu menewaskan sejumlah siswanya.
Salah seorang siswa SMPN 1 Turi mengatakan, sebelum kejadian nahas itu terjadi, penduduk sekitar Sungai Sempor, Sleman, sebetulnya sudah memperingatkan Pembina Pramuka agar tidak mengajak anak-anak susur sungai.
Alih-alih mendengar nasihat penduduk, IYA malah meminta warga sekitar tenang dan melanjutkan terus kegiatan. "(Kata pembina IYA) Pramuka tidak takut panas dan hujan,” kata seorang siswa menirukan jawaban IYA, Sabtu, 22 Februari 2020.
Dari pemeriksaan pada kelompok pembina sekolah, kepolisian menemukan fakta bahwa dari tujuh pembina sekolah, enam pembina ikut ke lokasi susur sungai dan satu pembina tinggal di sekolah menunggu barang barang siswa. Dari enam pembina Pramuka yang mengantar 249 siswa yang ikut, satu orang pergi dari lokasi dengan alasan ada keperluan. Sedangkan satu orang lainnya menunggu di titik akhir susur sungai yang berjarak sekitar satu kilometer. Sehingga, hanya empat pembina saja yang ikut turun susur sungai mengawasi ratusan siswa.
Kwarnas Pramuka mengatakan bahwa kasus ini harus menjadi bahan pembelajaran dan mengimbau kepada seluruh jajaran Gerakan Pramuka khususnya pembina agar menerapkan pengetahuan manajemen risiko dan bijaksana memberikan kegiatan kepada peserta didiknya.