TEMPO.CO, Jakarta - Benny Tjokrosaputro terus menundukkan kepala ketika keluar dari Kantor Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus pada Selasa sore, 14 Januari 2020 sekitar pukul 17.00 WIB. Sebelumnya ia telah diperiksa lebih dari delapan jam dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) atau Jiwasraya.
Rompi berwarna merah muda membalut kemeja abu-abu yang dikenakan pria berkacamata itu. Diberondong pertanyaan dari banyak wartawan yang mengerumuninya, Benny tetap bergeming dan tak menjawab satu patah kata pun.
Dengan tangan terborgol, Komisaris PT Hanson Internasional Tbk. itu berjalan ke dalam mobil Toyota Kijang Innova warna silver milik Kejaksaan Agung. Tak ada komentar keluar dari mulut pria yang masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia tahun 2018 versi Majalah Forbes tersebut. Kemarin, Kejagung resmi menetapkan cucu dari Kasom Tjokrosaputro itu sebagai tersangka kasus dugaan korupsi perusahaan asuransi pelat merah ini.
Pada hari yang sama, Kejaksaan Agung juga menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus asuransi pelat merah tersebut. Empat orang itu adalah mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, bekas Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk. Heru Hidayat, serta pensiunan Jiwasraya Syahmirwan.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Adi Toegarisman di kantornya, Jakarta Selatan, pada Senin, 13 Januari 2020. TEMPO/Andita Rahma
Mereka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Ditetapkan tersangka sesuai alat bukti," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Adi Toegarisman, Selasa, 14 Januari 2020.
Kasus Jiwasraya menyeruak ke publik setelah perseroan mengalami gagal bayar atas klaim nasabahnya pada Oktober 2018. Gagal bayar tersebut disebut berkaitan dengan produk JS Saving Plan senilai Rp 802 miliar. Kejaksaan menyelidiki perkara ini dan berlanjut ke penyidikan pada tahun 2019 lalu. Dari penyidikan, kasus Jiwasraya diduga merugikan negara hingga Rp 13,7 triliun.
Berbarengan dengan Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK juga melakukan audit khusus untuk menghitung kerugian negara akibat persoalan Jiwasraya. Dalam hitungannya, BPK memperkirakan perseroan menanggung kerugian gara-gara berinvestasi di saham dan reksa dana berkualitas rendah yang pada akhirnya mengalami penurunan nilai dan tidak likuid.
Saham tersebut antara lain Bank Pembangunan Jawa Barat alias BJBR, Semen Baturaja alias SMBR, serta PP Properti alias PPRO. Indikasi kerugian sementara akibat transaksi tersebut diperkirakan sekitar Rp 4 triliun.
Selain itu, jual beli saham juga diduga dilakukan oleh pihak-pihak terafiliasi sehingga harganya pun adalah hasil negosiasi. Adapun pihak terkait diduga adalah pihak internal Jiwasraya di tingkat direksi, general manager, dan pihak lain di luar Jiwasraya
Begitu pula pada investasi reksa dana, BPK melihat instrumen-instrumen yang dimiliki Jiwasraya memiliki underlying saham-saham dan medium term notes berkualitas rendah, dan transaksi pada saham-saham tersebut diindikasikan dilakukan oleh pihak-pihak yang terafiliasi.