Untuk mempermudah investor, seluruh tindakan pengawasan bursa untuk menjaga keteraturan, kewajaran, dan efisiensi dari penyelenggaraan perdagangan efek, BEI menyediakan informasi untuk dipantau dengan mengakses situs resmi bursa langsung di www.idx.co.id. Bursa juga mengumumkan ke publik jika ditemui aktivitas pasar yang tidak biasa atau Unusual Market Activity (UMA) sebagai peringatan bagi para investor.
Otoritas bursa juga memberikan notasi khusus di belakang kode emiten untuk dicermati oleh investor sehingga dapat lebih waspada. Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Laksono Widodo juga mengatakan bursa akan menindak pelaku saham gorengan yang dapat merugikan investor. "Kalau ada indikasi melanggar Undang-Undang Pasar Modal, kami lakukan pemeriksaan berkoordinasi dengan OJK, kami akan lakukan penyelidikan lebih lanjut," tuturnya.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Syafruddin mengatakan lembaganya tidak memantau apakah suatu saham digoreng atau tidak. Ia mengatakan lembaganya hanya melakukan pencatatan apabila ada transaksi, settlement, hingga perpindahan saham.
"Soal gorengan, tidak wajar, atau apa, bursa sudah memberi yang namanya UMA. Kalau investor ambil juga, ya itu pilihan investor," ujar Syafruddin. Ia menegaskan bahwa semua informasi sudah diberikan oleh otoritas, sehingga para pemodal bisa menilai dan mengambil keputusan secara mandiri.
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). TEMPO/Aditia Noviansyah
Agar investor tak terjerumus membeli saham gorengan, Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee membeberkan empat cara sederhana mendeteksinya. Keempat cara itu adalah dengan memahami bisnis perusahaan yang akan disuntikkan modal, meneliti kinerja keuangannya, serta prospeknya bagaimana. Terakhir, investor juga mesti mencemati valuasi dari saham tersebut.
Biasanya, kalau empat hal yang disebut Hans cenderung tidak jelas laporannya dari perseroan, maka saham tersebut dapat dicurigasi sebagai saham gorengan. "Kalau ini disadari dan dilakukan, maka bisa terlepas dari saham gorengan.”
Dalam kasus Jiwasraya dan Asabri, Kepala Riset Koneksi Kapital Indonesia Marolop Alfred Nainggolan menilai perusahaan asuransi seharusnya tidak melakukan spekulasi dalam penempatan investasi, berbeda dengan pemodal individual. Sebab, dalam berinvestasi perusahaan cenderung melakukan pertimbangan fundamental dalam membeli aset, termasuk saham dan reksa dana.
Spekulasi biasanya dilakukan pemain individu untuk mendapatkan hasil yang tinggi. "Kalau melihat saham yang mereka miliki, ini sudah masuk kategori spekulasi. Kalau bicara spekulasi, rasanya tidak mungkin kalau mereka mengejar return yang tinggi," ujar Alfred.
Alfred menduga faktor fundamental maupun spekulasi bukan latar belakang dua perusahaan itu memiliki saham berkualitas gorengan. "Terlalu konyol kalau dari 600-an emiten, kan ada banyak emiten berkinerja baik."
HALIDA BUNGA | GHOIDA RAHMAH | BISNIS