"Di antara saham-saham dan MTN tersebut adalah merupakan arahan dari Jiwasraya yang seharusnya tidak dilakukan oleh Jiwasraya selaku investor," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna. Saham-saham tersebut antara lain adalah Inti Agri Resources alias IIKP, SMR Utama alias SMRU, SMBR, BJBR, PPRO, Trada Alam Minera alias TRAM, Hanson Internasional alias MYRX, dan lainnya.
Kendati telah mengantongi indikasi, Agung mengatakan nilai riil dan pasti dari kerugian negara itu baru bisa ditentukan setelah lembaganya merampungkan pemeriksaan investigasi dalam rangka penghitungan kerugian negara. Ia menargetkan penghitungan itu kelar dalam dua bulan ke depan.
Persoalan kerugian akibat investasi saham berkualitas rendah ternyata tidak hanya dialami oleh Jiwasraya. Perusahaan asuransi pelat merah lainnya, PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia alias PT Asabri (Persero) juga setali tiga uang. BPK mensinyalir kerugian investasi perseroan mencapai Rp 10 triliun - Rp 16 triliun.
Gedung Asabri. TEMPO/Muhammad Hidayat
Seperti diberitakan, sepanjang 2019, saham-saham yang menjadi portofolio Asabri berguguran dan penurunan harga saham dapat mencapai lebih dari 90 persen. Dari keterbukaan informasi, diketahui ada 14 saham yang masuk ke dalam portofolio Asabri.
Pola investasi dari dua perseroan pelat merah itu pun mendapat sorotan dari Ombudsman. Menurut pandangan Ombudsman, keduanya dinilai memiliki pola investasi yang sama. Alih-alih mengoleksi saham kelompok papan atas (blue chip), keduanya justru mengoleksi saham lapis kedua (second liner) yang menawarkan imbal hasil tinggi, namun mengesampingkan risiko kerugian akibat penurunan nilai pasar.
Berdasarkan laporan penempatan investasi perusahaan, jenis-jenis saham yang dibeli Asabri dan Jiwasraya juga memiliki kesamaan portofolio emiten. “Manajer investasi dan saham-sahamnya relatif sama,” ucap Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Siregar. Beberapa emiten yang serupa itu di antaranya PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP) dan PT Hanson International Tbk (MYRX).
Perkara saham gorengan pernah disinggung juga oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia 2020 pada 2 Januari lalu. Bekas Gubernur DKI Jakarta itu menginginkan agar pasar modal dibersihkan dari praktik goreng saham lantaran menimbulkan banyak korban dan kerugian.
"Tahun 2020 saya harapkan dapat menjadi momentum bagi OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan BEI (Bursa Efek Indonesia) untuk mencanangkan tahun pembersihan pasar modal dari para manipulator yang sering memanipulasi," ujarnya. Istilah 'saham gorengan' seringkali digunakan oleh publik terhadap saham-saham yang memiliki volatilitas tinggi tapi tidak didukung oleh fundamental dan informasi yang memadai.
Menanggapi arahan tersebut, Bursa Efek Indonesia berjanji akan terus menindak saham gorengan tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku di pasar modal. "Dalam menyikapi saham-saham yang memiliki volatilitas tinggi, dan tidak didukung oleh fundamental, serta informasi yang memadai, BEI selalu melakukan tindakan yang sesuai dan memadai untuk mengatasi hal tersebut,” kata Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan Bursa Efek Indonesia (BEI) Kristian S Manullan saat temu media di Jakarta, Jumat, 10 Januari 2020, seperti dilansir dari Antara.