TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menerangkan pihaknya tengah mendalami dugaan pemalsuan identitas kepemilikan mobil mewah Lamborghini oleh tersangka Abdul Malik.
Dari hasil pemeriksaan sementara, Yusri mengatakan pemalsuan kepemilikan mobil mewah jenis supercar itu berawal saat Abdul Rochim meminjam uang Rp 700 ribu kepada seseorang berinisial Y.
"Dia mengaku tahun 2013 KTP-nya dipinjam oleh salah satu temannya berinisial Y. Pada saat itu Abdul butuh uang Rp 700 ribu untuk berobat," ujar Yusri di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat, 27 Desember 2019.
Sebelumnya, Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta Faisal Syafruddin menyatakan pendapatan pajak naik setelah razia mobil mewah dan moge kerap digelar.
Pendapatan dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) terbukti meningkat setelah dilakukannya penagihan jemput bola atau door to door.
Menurut Faisal, rata-rata pembayaran PKB dan BBN-KB Rp 40-50 miliar per hari kini bertambah menjadi Rp 60 miliar.
"Bahkan pernah mencapai angka Rp 100 miliar per harinya," kata Faisal di parkiran mal Pacific Place, Jakarta Selatan, Minggu, 22 Desember 2019. "Kami lihat dari penerimaan kami itu, alhamdullilah kenaikannya cukup signifikan hampir 20 persen."
Faisal mengklaim peningkatan itu terjadi sejak razia penunggak pajak mobil mewah dan motor gede alias moge pada November 2019. Karena progres itulah, dia berujar, BPRD DKI masih menggenjot pendapatan pajak kendaraan dengan cara door to door.
Kembali ke kasus Lamborghini koboi, sebagai ganti uang tersebut, Y meminta Abdul Rochim menyerahkan KTP-nya. Abdul tak menanyakan lebih jauh tujuan peminjaman itu, sebab ia berpikir KTP itu hanya jaminan atas uang yang dipinjamnya.