Namun, Kementerian BUMN ternyata punya agenda lain. "Begini, yang penting bagaimana supaya BBM impor turun dulu," kata Arya Sinulingga di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, 26 November 2019.
Arya juga mengungkapkan bahwa Ahok juga ditargetkan untuk mengegolkan proyek pengembangan kilang minyak atau Refinery Development Master Plan (RDMP). Sebab, seperti halnya Kilang Cilacap saat ini, kelanjutan proyek-proyek kilang di Indonesia masih sumir. Bahkan, kerja sama Pertamina dan Saudi Aramco yang dimulai empat tahun lalu pun belum ada kepastian.
"Pokoknya bagaimana turunkan impor BBM itu target untuk Pak Ahok. Kilang dibangun dan sebagainya itu bagian dari menurunkan impor," ungkap Arya.
.
Melongok segala tantangan dan tugas yang menanti Ahok, bekas Direktur Utama Pertamina yang kini menjabat Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto menilai keberanian dan ide-ide pembaruan yang dimiliki Ahok dibutuhkan untuk kemajuan perusahaan. "Kalau kita lihat dari bagaimana 'track record' beliau kan selalu berpikir yang baru. Juga keberanian beliau, saya kira dibutuhkan Pertamina," kata Dwi Soetjipto.
Menurut Dwi, saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta banyak pembangunan infrastruktur di Jakarta yang berhasil direalisasikan Ahok. Tidak berhenti pada wacana belaka, namun langsung dilakukan. "Saya kira tindakan-tindakan itu yang sangat dibutuhkan supaya membawa Pertamina bisa jaya," kata dia.
Lebih dari itu, Dwi juga yakin kehadiran Ahok dalam manajemen Pertamina akan mampu mempercepat peningkatan produksi perusahaan. Meski masih membutuhkan investasi, SKK Migas memandang Pertamina memiliki potensi besar untuk meningkatkan produksi migas.
Sebagai langkah awal, pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto menyarankan Ahok mulai membuka pintu rekonsiliasi dengan seluruh pemangku kepentingan, terutama serikat pekerja. Mengingat sebelumnya muncul kontroversi saat merebaknya isu Ahok menduduki posisi petinggi perusahaan energi tersebut.