“Pertamina sudah siap menjalankan B30 mulai 21 November 2019 lalu. Ini cukup signifikan menurunkan impor,” ujar Nicke. Seperti diketahui, sejak 21 November 2019 Pertamina sudah mulai meyediakan B30 di dua Terminal BBM dan akan terus diperluas ke titik distribusi lainnya hingga Desember 2019.
Sejatinya, Ahok dan pejabat lainnya masuk ke Pertamina saat kondisi keuangan perusahaan mulai membaik. Hingga 2018, Pertamina berhasil mengantongi laba bersih sebesar US$ 2,53 miliar. Angka ini naik tipis dibandingkan tahun sebelumnya, 2017, yang hanya mencatatkan US$ 2,4 miliar. Sedangkan tahun 2016, Pertamina tercatat mencatat laba yang lebih tinggi dibanding tahun 2017 dan 2018, yakni sebesar US$ 3,15 miliar.
Pencapaian laba bersih di tahun 2018 ini sejalan dengan peningkatan penjualan dan pendapatan perusahaan. Di tahun tersebut, Pertamina mencatat pendapatan US$ 57,93 miliar. Angka ini naik dibandingkan tahun 2017 yang sebesar US$ 47 miliar, juga naik dibandingkan capaian tahun 2016 yang sebesar US$ 36,48 miliar.
Akan tetapi, kendati mendulang laba dan pendapatan moncer, ternyata dividen yang disetor Pertamina malah menciut. Tahun 2018, Pertamina menyetor dividen Rp 7,95 triliun. Padahal, di tahun 2017 setoran dividen Pertamina mencapai Rp 8,57 triliun.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pemerintah akan terus bekerja sama dengan Pertamina untuk meningkatkan arus modal masuk ke dalam negeri sehingga dapat menaikkan aktivitas eksplorasi, produksi migas dan mengembangkan infrastruktur migas. “Peran minyak dan gas sangat penting di tengah peningkatkan permintaan kebutuhan energi dalam negeri,” kata Arifin.
Senada dengan Arifin, Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga berujar, salah satu tujuan kementeriannya menunjuk Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina adalah untuk berfokus menurunkan ketergantungan Indonesia terhadap impor minyak dan gas (migas). Tugas yang diemban mantan Gubernur DKI Jakarta ini ternyata sedikit berbeda dengan harapan publik, yang menginginkan Ahok menggebrak dengan melibas mafia migas segera.