Bappeda, William melanjutkan, memang pernah dua kali mengunggah dokumen Rancangan KUA-PPAS ke situs web bappedadki.go.id. Namun Bappeda dua kali juga menghapus dokumen tersebut dari jangkauan publik tanpa alasan yang jelas.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan, juga mengklaim mendapat penolakan dari Bappeda ketika meminta dokumen Rancangan APBD 2020 yang tak kunjung muncul di website resmi.
“Kesengajaan menutup akses informasi sangat janggal di era pemerintahan yang seharusnya transparan dan akuntabel,” ujar dia.
Rancangan APBD tahun 2020 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendapat sorotan setelah terungkapnya sejumlah anggaran yang janggal.
Penutupan akses informasi rencana anggaran, menurut Misbah, tidak selaras dengan sikap Gubernur Anies Baswedan yang menegur para pejabat DKI ketika dia mengetahui banyaknya usul anggaran aneh dalam Rancangan APBD 2020.
Fakta di lapangan pun menguatkan kejanggalan itu. Dua sekolah negeri Jakarta Barat, yakni di kawasan Palmerah dan dua lagi di Taman Sari. Jawabannya sama, yakni baik sekolah dasar (SD) atau sekolah menengah atas (SMA) tidak butuh lem Aibon.
Seorang guru SMA menyampaikan kepada TEMPO, pihaknya tak menganggarkan pembelian lem Aibon. Kegiatan di sekolahnya tidak memerlukan lem jenis apapun.
"Setau kami tidak ada pemesanan dalam bentuk seperti itu. Kami tidak pakai itu (lem Aibon)," kata dia yang tak mau disebutkan namanya, Kamis, 31 Oktober 2019.
Menurut dia, sekolah jenjang SMA memerlukan kertas, tinta, serta alat tulis kantor (ATK) seperti spidol dan pulpen. Komponen inilah yang dimasukkan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
Guru lain memastikan tak ada kebutuhan lem aibon yang diinput dalam RKAS. Selama mengajar di sekolah dasar (SD), dia menuturkan, hanya ada anggaran untuk membeli lem UHU dan FOX.
Menurut dia, dua jenis lem itu diperlukan sehubungan dengan aktivitas prakarya siswa. Sekolahnya memiliki program mengasah keterampilan siswa, misalnya membuat pigura dari stik eskrim.