TEMPO.CO, Jakarta -Pelantikan menteri Kabinet Indonesia Maju telah dilangsungkan di Istana Negara pada Rabu pagi, 23 Oktober 2019. Total ada 38 menteri termasuk kepala lembaga yang akan membantu tugas Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Dari antara mereka, setidaknya ada 16 menteri dari kalangan Partai Politik. Termasuk di jajaran menteri-menteri ekonomi. Beberapa adalah Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (Golkar); Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dan Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah (PKB).
Kemudian, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, dan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (Nasdem); serta Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (Gerindra) yang menggantikan Susi Pudjiastuti dari kalangan profesional.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef ) Rusli Abdulah mengungkap dua hal yang bakal menganggu kinerja menteri ekonomi Kabinet Indonesia Maju, ke depan. Hal ini, kata dia, karena sejumlah menteri yang dilantik memiliki latar belakangnya partai yang kuat.
"Pertama adalah munculnya, ego sektoral yang akan tinggi sekali. Sehingga kementerian, akan jalan sendiri-sendiri. Berbeda misalnya, kalau antara Kementerian Koordinator Perekonomian dengan Kementerian Perindustrian yang satu partai," kata Rusli ketika dihubungi Tempo, Rabu 23 Oktober 2019.
Dengan susunan ini, Rusli khawatir banyak kepentingan politik yang ikut terbawa. Selain soal ego sektoral yang tinggi, Rusli juga mengkhawatirkan persoalan koordinasi antar kementerian yang tak baik.
Rusli mencontohkan hal serupa pernah terjadi pada beberapa tahun ke belakang. Salah satunya terjadi antara Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan Kementerian Pertanian (Kementan). Kedua kementerian ini nyatanya justru tak sinkron terkait data produksi dan impor beras.
Akibat tak ada sinkronisasi dan koordinasi yang baik terjadi ketegangan dan perang statement di media antar kedu kementerian. Kemendag ingin mengajukan impor namun tertahan oleh Kementan yang menyatakan bahwa produksi sudah lebih dari cukup.
"Karena itu, tantangan ekonomi makin kompleks, dengan orang partai yang track recordnya belum sesuai ini bisa? Tentu publik bisa menilai, ini ada kepentingan partainya, atau justru mampu mengadress permasalahan tersebut," kata Rusli.