TEMPO.CO, Jakarta -Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memfasilitasi pedagang kaki lima alias PKL di trotoar di Ibu Kota menuai polemik.
Gubernur DKI Jekarta Anies Baswedan menyebutkan tengah menggodok roadmap lewat revitalisasi trotoar dan seterusnya yang memungkinkan PKL berjualan di trotoar. Awal bulan lalu dia menyebutkan fungsi trotoar tak hanya terbatas buat pejalan kaki saja.
Namun, kebijakan Pemprov DKI itu, menurut pengamat tata kota Nirwono Joga, bakal melawan Undang-Undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan dan Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang masih berlaku.
Warga di DKI punya reaksi beragam. Lidya, 27 tahun, mengatakan bahwa ia setuju karena dengan demikian masyarakat pejalan kaki juga bisa menikmati jajanan yang dijual oleh para PKL.
“Kalau saya senang. Pas jalan gitu di trotoar terus ada jajanan, ya saya pasti beli. Santai juga. Orang-orang juga pasti begitu, beli makanan untuk ngemil sambil jalan di trotoar,” kata dia, Kamis, 10 Oktober 2019.
Senada itu dikatakan seorang pengemudi ojek online. “Tergantung kawasan ya. Kalau tidak mengganggu pejalan kaki, ya saya setuju. Tapi jika hal tersebut mengganggu, ya saya kurang setuju,” katanya.
Berbeda halnya dikatakan Yoseph, 22 tahun. Dibolehkannya PKL di trotoar tidak tepat. Karena pelebaran trotoar untuk PKL di daerah rawan macet jelas bukan solusi.