TEMPO.CO, Jakarta - Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di sejumlah wilayah di Indonesia masih semakin memburuk. Musim kemarau panjang yang terjadi di tahun ini, tak hanya menjadi pemicu kebakaran, namun juga memperburuk situasi ini. Upaya pemerintah menekan titik panas dan menghilangkan asap mulai menemui jalan buntu.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan Provinsi Riau menjadi daerah dengan kebakaran yang paling parah. Hal ini tak terlepas dari sumber kebakaran yang merupakan area gambut.
"Lahan gambut yang terluas terbakarnya, itu ada di Riau. Mencapai 40 ribu hektare," kata Doni saat konferensi pers di Graha BNPB, di Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Sabtu, 14 September 2019.
Merujuk pada data BNPB, dari total 50 ribu hektare wilayah di Riau yang mengalami kebakaran, 40.553 hektare di antaranya adalah lahan gambut. 15 helikopter dari BNPB dan perusahaan swasta telah turun untuk memadamkan api lewat upaya water bombing di Riau.
Namun Doni mengatakan memadamkan api di lahan gambut bukan pekerjaan mudah. Banyaknya armada bukan merupakan menjamin api bisa cepat padam.
Akibatnya, asap dan polutan di Provinsi Riau semakin memburuk. Tak hanya serangan penyakit ISPA yang mengancam masyarakat, fasilitas umum seperti sekolah hingga bandara terpaksa berhenti beroperasi akibat asap ini.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan untuk Provinsi Riau saja, jumlah warga terserang ISPA terbanyak ada di Pekanbaru mencapai 9.512 orang. Sementara jumlah tertinggi penderita ISPA ada di Kota Jambi dengan 64.147 orang dalam wilayah Provinsi Jambi.
Di Sumatera Selatan, penderita ISPA tertinggi ada di Palembang mencapai 106.550 orang, dan di Kalimantan Tengah korban terbanyak di Palangkaraya mencapai 23.324 orang.
Sebagai penanganan, Kemenkes telah mendistribusikan 1.269.320 masker ke sejumlah wilayah terdampak asap karhutla. Sementara dari Dinkes Provinsi Riau sebanyak 644.450 masker disalurkan, dan dari Dinkes Provinsi Sumatera Selatan mendistribusi 20 ribu masker untuk masing-masing daerahnya.