Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) pun kemudian menagih janji ini. Tak hanya TNI dan Polri, namun Walhi juga meminta sikap tegas Presiden diberikan pada seluruh lembaga yang kerja-kerjanya terlibat dengan kebakaran.
“Review kerja lembaga yang strategis entah Badan Restorasi Gambut (BRG) atau Kementerian Pertanian juga punya tanggung jawab terhadap restorasi gambut di kawasan HGU, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga, bukan hanya pemadam, Polisi dan TNI,” kata Manajer Kampanye Walhi, Wahyu A. Perdana.
Sebenarnya, pemerintah lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan telah berupaya menyelesaikan kasus ini. 43 perusahaan disegel atas nama penegakan hukum.
"Sampai hari ini ada 42 lokasi perusahaan yang kami lakukan penyegelan dan 1 milik masyarakat. Total ada 43 lokasi," ujar Direktur Penegakkan Hukum Kementerian LHK, Rasio Ridho Sani.
Meski begitu, Sekretaris Jenderal Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) Isnadi Esman masih meyakini sikap pemerintah terhadap korporasi masih belum tegas. Berbagai upaya penanggulangan yang dilakukan pemerintah, mulai dari pembangunan sekat kanal hingga sumur bor, akan sulit berjalan.
Pasalnya, ia menyebut masih banyak ditemukan di lapangan, perusahaan menutup pintu air yang mengarah ke areal masyarakat secara permanen ketika musim kemarau. Alhasil, areal konsesi tetap basah, sementara areal permukiman dan wilayah kelola masyarakat kering, sehingga mudah terbakar.
"Substansi masalah kegagalan restorasi gambut saat ini bukan di masyarakat, tapi kelemahan pemerintah yang tunduk pada korporasi. Tidak berani mengintervensi secara maksimal kepada perusahaan untuk melakukan upaya restorasi, tidak mampu memberikan sanksi atas kerusakan gambut yang disebabkan perusahaan," kata Isnadi.