Aktivitas pelayanan di kantor BPJS kesehatan Jakarta Pusat. TEMPO/Tony Hartawan
Iklan
Pembenahan manajemen belakangan memang disuarakan oleh berbagai pihak apabila pemerintah ngotot mau menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan. Usul itu salah satunya disuarakan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. "Jika pemerintah tetap ngotot akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan, maka YLKI mendesak pemerintah dan managemen melakukan reformasi total terhadap pengelolaan BPJS Kesehatan," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi. Beberapa hal yang mesti dilakukan antara lain verifikasi ulang daftar peserta kategori penerima bantuan iuran. Nama penerima PBI itu pun, kata Tulus, harus terbuka kepada publik agar transparan dan akuntabel. Di samping itu, Manajemen BPJS Kesehatan harus membereskan tunggakan iuran dari kategori mandiri atau pekerja bukan penerima upah. "Fenomena tunggakan ini jika dibiarkan akan menjadi benalu bagi finansial BPJS Kesehatan. Di sisi yang lain, kenaikan iuran untuk kategori peserta mandiri juga akan memicu tunggakan dari peserta mandiri akan semakin tinggi," kata dia.
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan
Dalam lain kesempatan, anggota Ombudsman RI Dadan Suparjo Suharmawijaya menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu seyogyanya didahului oleh perbaikan layanan kepada masyarakat. Sebab, ia mengaku masih menemui sejumlah persoalan di lapangan terkait pelayanan kepada pasien peserta BPJS Kesehatan.Misalnya saja di Kepulauan Talaud, ia mengatakan para peserta BPJS Kesehatan di sana hanya bisa mengakses rumah sakit tipe C, sehingga layanannya terbatas. Sementara, rumah sakit dengan layanan yang lebih lengkap baru bisa didapat, misalnya di Manado, yang membutuhkan biaya transportasi tinggi untuk dicapai. "Padahal peserta BPJS Kesehatan dikenai tarif yang sama di semua wilayah."Belum lagi cerita klasik soal pasien-pasien peserta BPJS Kesehatan yang tidak mendapat kamar sehingga tidak bisa dirawat di suatu rumah sakit. Padahal di saat yang sama pasien umum tetap bisa mendapat kamar. Dadan mengatakan persoalan-persoalan layanan seperti itu lah yang perlu dibenahi sebelum ada kenaikan tarif. Di samping itu, Dadan berpendapat BPJS Kesehatan sejak awal dirancang berbeda dengan perusahaan asuransi murni. Layanan itu adalah Sistem Jaminan Sosial Negara yang merupakan komitmen negara untuk memberi manfaat optimal kepada masyarakat. Karena itu, kalau terjadi defisit, semestinya negara ikut menanggung dan bebannya tidak serta merta dibebankan kepada peserta.
Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.
Video Pilihan
Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi
1 jam lalu
Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi
Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.
Pemerintah Raup Rp 5,925 Triliun dari Lelang SBSN Tambahan
1 hari lalu
Pemerintah Raup Rp 5,925 Triliun dari Lelang SBSN Tambahan
Pemerintah meraup Rp 5,925 triliun dari pelelangan tujuh seri SBSN tambahan.
Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan
2 hari lalu
Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan
Kementerian Keuangan antisipasi dampak penguatan dolar terhadap neraca perdagangan Indonesia.
Di Washington DC, Sri Mulyani Beberkan soal Bonus Demografi Muda hingga Reformasi Kesehatan
5 hari lalu
Di Washington DC, Sri Mulyani Beberkan soal Bonus Demografi Muda hingga Reformasi Kesehatan
Sri Mulyani menekankan pentingnya peningkatan kualitas SDM, baik pada bidang pendidikan maupun kesehatan sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi nasional.
Hari Kesehatan Sedunia, 269 Juta Penduduk Indonesia Telah Ikut Program JKN
19 hari lalu
Hari Kesehatan Sedunia, 269 Juta Penduduk Indonesia Telah Ikut Program JKN
Program JKN disebut telah mencegah 1,6 juta orang miskin dari kemiskinan yang lebih parah akibat pengeluaran biaya kesehatan rumah tangga.