Ruang rapat di lantai 15 gedung KPK dipilih menjadi tempat pemeriksaan untuk Novel Baswedan. Penyidik dari polisi dan anggota pakar tim gabungan masuk lebih dulu sekitar pukul 10.00. Mereka yang datang memeriksa Novel hari itu di antaranya Wakil Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ade Ary Syam Indradi dan lima anggota polisi lainnya.
Pakar dalam tim gabungan yang hadir adalah Indriyanto Seno Adji, Hendardi, Poengky Indarti, Ifdhal Kasim dan Nur Kholis. Novel dan tim kuasa hukumnya datang tak lama kemudian, diikuti Ketua KPK Agus Rahardjo. Belakangan Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif juga ikut bergabung.
Indriyanto Seno Adji membuka sesi dengan menyatakan pemeriksaan ini merupakan pro justitia. TGPF menanyai Novel seputar pokok perkara teror air keras, di antaranya soal pernyataan Novel di acara Mata Najwa pada Juli 2018.
Dalam acara itu, Novel mengaku mendapatkan dua foto terduga pelaku penyiraman air keras dari bekas seniornya di Detasemen Khusus Antiteror 88. Menurut Novel, sejumlah tetangganya pernah melihat kedua orang itu berkeliaran di sekitar rumah Novel sebelum serangan. Selain itu, tim gabungan juga menanyai Novel soal barang bukti cangkir yang digunakan pelaku sebagai wadah air keras, hingga CCTV yang belum diperiksa oleh penyidik.
Di tengah pemeriksaan, anggota tim, Ifdhal Kasim mengancik ke topik di luar penyiraman air keras. Staf Ahli Deputi V Kantor Staf Presiden itu meminta Novel menjelaskan penangkapan tiga penyidik KPK di kawasan Harco, Mangga Dua, Jakarta Utara pada 22 Februari 2016. Sejumlah sumber Tempo menyatakan Ifdhal menyebut nama Antam Novambar saat menanyakan peristiwa itu.
Ketiga pegawai KPK yang ditangkap adalah Darman, Bagoes Purnomo dan Waldy Gigantika. Mereka ditangkap polisi saat mengintai rencana penyerahan uang menyangkut megaproyek di Jakarta Utara.|
Ketiga personel KPK mengintai di bawah jembatan penyeberangan yang menghubungkan pusat belanja ITC Mangga Dua dengan kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat). Sebelumnya, radar KPK menangkap sinyal bahwa di sekitar jembatan itu akan terjadi transaksi suap.
Kehadiran tim KPK di sekitar Samsat rupanya membuat resah sebagian polisi. Kepolisian membentuk tim beranggotakan Densus 88, Brigade Mobil, reserse dan Propam untuk mengintai balik pergerakan regu KPK. Tim dadakan ini diduga dikomandoi Antam yang kala itu menjabat Direktur Narkoba Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. Ketika hubungan Polri dan KPK sedang panas-dingin akibat penetapan tersangka Budi Gunawan, Antam termasuk perwira polisi yang terlibat pusaran konflik.
Tak lama setelah penyergapan, beredar rumor bahwa salah seorang pegawai KPK positif menggunakan narkoba. Pemeriksaan urine ini dianggap janggal, sampai-sampai pimpinan KPK menyuruh anak buahnya melakukan tes ulang. Hasilnya negatif. Akibat penangkapan ini rencana operasi senyap KPK buyar. Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif kala itu menengarai target operasi sudah menyadari sedang diintai lembaganya. Meski target operasi meleset, pimpinan KPK emoh memperpanjang kasus ‘tangkap-lepas’ ini. “Jangan sampai hubungan KPK-Polri kembali terpuruk,” kata Ketua KPK, Agus Rahardjo kala itu.
Dugaan keterlibatan Antam dalam penggerebekan itulah yang ditanyakan Ifdhal kepada Novel. Novel emoh menjawab lantaran kasus itu di luar perkara penyiraman air keras. Menurut Novel, ia sudah meminta tim gabungan juga menyelidiki kasus teror lainnya yang menimpa penyidik KPK, namun ditolak. Maka itu, Novel merasa tak perlu menjelaskan peristiwa itu. “Untuk apa saya jelaskan kalau mereka tidak mau mengusut?” kata Novel kepada wartawan seusai pemeriksaan.