TEMPO.CO, Jakarta - Riak hubungan DKI Jakarta dan Bekasi terjadi tak lama dari usia genap setahun Anies Baswedan sebagai gubernur. Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi tiba-tiba menghadang barisan truk pengangkut sampah dari Jakarta yang masuk wilayahnya sepanjang Kamis 18 Oktober 2018.
Baca:
Soal Sampah Ibu Kota, Wali Kota Bekasi: Kami Bukan Pembantu DKI
Rahmat belakangan meminta sebanyak 51 truk sampah itu memutar arah pulang ke DKI. Secara bersamaan dia juga merevisi sepihak kesepakatan jam operasional truk-truk sampah tujuan Bantargebang itu.
Rahmat menerapkan kembali jam operasi malam untuk truk sampah DKI, yang artinya mereka hanya boleh datang malam dan dini hari. Pembatasan jam operasional itu dikembalikannya ke era sebelum Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi gubernur di DKI.
Sopir truk sampah DKI berkumpul di dekat Stadion Patriot usai truknya dihentikan Dishub Bekasi, Rabu 17 Oktober 2018. Tempo/Adi Warsono
Di era Basuki, truk bisa bebas masuk Basuki lewat sejumlah rute yang telah ditetapkan. Itu sebagai imbalan dari dana hibah kemitraan yang selalu dialokasikan Ahok untuk Kota Bekasi setiap tahunnya. Danah hibah itu di antaranya digunakan untuk perbaikan dan pelebaran jalan yang digunakan rute truk sampah dari ibu kota.
Tak mengucurnya dana hibah kemitraan itu pada 2018 menjelaskan tindak tanduk Pepen, sapaan Rahmat Effendi, dan anak buahnya menghadang truk sampah DKI. Dia menyatakan dengan gamblang bahwa DKI, di tahun pertama Anies Baswedan menjadi gubernur, telah meninggalkan satu dari dua kewajibannya untuk Bekasi.
Berita sebelumya:
Setahun Anies Baswedan, Puluhan Truk Sampah DKI Distop di Bekasi
Dua kewajiban itu lahir dari kerja sama atau kemitraan dalam pengelolaan sampah ibu kota yang jumlahnya mencapai 7000 ton per hari. Selama ini seluruh sampah itu bermuara ke Bantargebang. “Kota Bekasi bukan pembantunya DKI, jadi harus sama-sama menghormati," ujar Rahmat.