“Salah satunya, pembukaan akses pasar baru dari negara-negara pasar non-tradisional juga penting dilakukan oleh pemerintah,” kata dia. Selain itu, Kadin menilai bahwa ekonomi domestik nasional perlu distimulasi oleh pemerintah.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani, mengatakan resiko terbesar apabila Jepang mengalami resesi adalah perlembatan pertumbuhan Foreign Direct Invesment (FDI) asal Jepang. Dia memperkirakan perlambatan FDI akan berdampak paling banyak bagi sektor manufaktur.
“Kita tidak tahu seberapa jauh perlambatan ini akan mempengaruhi secara keseluruhan sektor atau keseluruhan potensi penerimaan FDI, tetapi diproyeksikan yang akan lebih banyak terdampak adalah proyek-proyek investasi baru atau yang sifatnya venture investment,” kata dia. Sementara untuk industri-industri dengan investasi yang sudah eksisting cukup lama seperti sektor otomotif, kata Shinta, kemungkinan tidak akan banyak terdampak selama tidak ada kendala lain.
Di sisi ekspor, Apindo menilai sektor yang lebih banyak terdampak adalah komoditas seperti batu bara, tembaga, nickle matte, dan karet. “Karena komoditas-komoditas ini konsumsinya sangat tergantung pada kinerja industri di Jepang, sehingga demand-nya bisa turun signifikan bila produktifitas industri di Jepang kontraksi karena resesi,” ujar Shinta.
Untuk consumer products juga tetap berpotensi mengalami perlambatam, meski penurunannya tidak terlalu terasa. Hal ini, akrena porsi ekspornya lebih sedikit dibandingkan ekspor komoditas. Adapun beberapa produknya, terutama produk-produk seperti plywood, kertas, cigars, produk perikanan, dan lain-lain.
Sebagai salah satu industri yang terdampak, asosiasi alas kaki yang berbahan dasar karet mengungkap adanya ancaman penurunan ekspor sebagai imbas dari resesi Jepang. Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Firman Bakrie, mengatakan hal tersebut dikarenakan Jepang merupakan salah satu pembeli terbesar Indonesia. Namun, untuk saat ini Firman belum bisa menyajikan datanya karena belum tersedia. Yang jelas, kondisi tersebut pasti memengaruhi industinya.
Jika pasar terus lesu, kata Firman, mungkin pemerintah mungkin bisa mendorong investasi alas kaki dengan merebut pasar dari negara-negara pesaing. “Pemerintah perlu meningkatkan daya saingnya untuk bisa merebut investasi dari Cina dan Vietnam,” katanya.
Firman juga menyebutkan pemerintah bisa memberikan insentif ekspor, menguatkan kerja sama ekonomi dengan negara-negara mitra, hingga memberikan insentif penggunaan bahan baku lokal agar bisa mendorong investasi industri bahan baku. “Kemudahan perizinan juga masih terkendala, sehingga penguatan kemudahan perizinan juga penting.”
DEFARA DHANYA | REUTERS
Pilihan Editor: Ekonom BCA Sebut Impor Produk Jepang Bisa Lebih Murah Gara-gara Resesi