“Indonesia sebagai negara yang masih berkembang, prospeknya masih cukup bagus, ini akan membuat industri Jepang mungkin bisa lebih banyak lagi melakukan relokasi pabrik Indonesia atau menambah capital expenditure atau belanja modalnya untuk perluasan pabrik termasuk elektronik dan otomatif,” kata Bhima.
Selain itu, Bhima mengungkap adanya potensi Jepang yang akan semakin agresif mengakuisisi sektor jasa keuangan Indonesia, baik perbankan maupun asuransi, untuk mengkompensasi terjadinya penurunan di dalam negeri Jepang.
“Jadi ini satu hal yang kita bisa lihat sebagai sebuah tren investasi yang positif bagi Indonesia. Tapi di sisi lain juga kita perlu mewaspadai bahwa Jepang makin agresif mengakuisisi bank-bank. Itu akan membuat terjadinya penguasaan aset-aset jasa keuangan kepada perusahaan asing,” tuturnya.
Bhima pun mengungkap sederet upaya yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, melakukan mitigasi dengan mengalihkan produk-produk yang diekspor ke Jepang ke pasar alternatif. Kedua, melakukan monitoring terutama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), dengan melakukan uji ketahanan terhadap berbagai indikator makroekonomi maupun stabilitas di sektor keuangan. Ketiga, pemerintah harus memberikan insentif yang lebih besar bagi para pelaku usaha yang bekerjasama dengan Jepang.
Sektor Apa Saja yang Akan Terdampak?
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), per Januari 2024, nilai ekspor Indonesia ke Jepang tercatat mencapai Rp 22,78 triliun atau US$ 1,46 miliar. Angka ini turun 22,73 persen (yoy) dibanding bulan yang sama pada periode sebelumnya.
Pada 2022, Jepang menjadi salah satu tujuan ekspor terutama bagi Indonesia selain Tiongkok, Amerika Serikat, India, dan Malaysia yang berkontribusi sebesar 54,01 persen dari total ekspor. Sepanjang 2023 sendiri, nilai ekspor Indonesia ke Jepang mencapai US$ 18,8 miliar, atau terbesar keempat, dengan komoditas terutama mencakup batu bara, komponen elektronik, nikel dan otomotif, menurut catatan Kementerian Keuangan. Selain itu, ada juga ekspor produk perikanan seperti lobster mutiara, ikan segar, ikan hias, dan rumput laut, hingga produk kayu dan karet.
Pelaksana Tugas Harian Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Yukki Nugrahawan Hanafi, menuturkan bahwa resesi Jepang saat ini membuat ekspor Indonesia berpotensi terpengaruh karena konsumsi domestik di Jepang akan melandai.
“Kami melihat bahwa komoditas ekspor nasional yang akan terdampak meliputi batu bara, bijih, produk mesin, produk olahan kayu, karet, bahkan sektor perikanan baik ikan maupun olahan ikan dan lobster,” ujarnya. Yukki juga menggarisbawahi akan potensi penurunan kunjungan wisatawan Jepang ke Indonesia, terlebih karena demografi penduduk Jepang yang semakin menua dan konsumsi yang melambat.
Meskipun demikian, dari sudut pandang investasi, Yukki melihat adanya peluang investasi dari Jepang ke Indonesia yang masih positif, di mana hal ini turut disebabkan oleh positifnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk tetap memastikan geliat pertumbuhan ekonomi nasional, dunia usaha nasional berharap antisipasi dan strategi pemerintah.
Selanjutnya: “Salah satunya, pembukaan akses pasar baru ..."