Ia mengungkap stunting disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya kondisi sosial dan ekonomi yang kurang memadai. Misalnya, seorang anak dapat terkena stunting, jika anak atau ibunya hidup dalam kondisi kemiskinan dan lingkungan yang tidak bersih, serta memiliki tingkat literasi rendah dan akses terhadap sanitasi air yang terbatas. "Infeksi berulang akibat cacingan sering terjadi dan berkontribusi pada stunting," ucap dia.
Karena itu, Dicky menilai kalau penanganan stunting hanya diselesaikan dengan program makan gratis, maka usulan tersebut tidak solutif. Program makan gratis, kata dia, tidak mampu menyelesaikan masalah stunting dari akar-akarnya.
Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) juga menyoroti program makan siang dan susu gratis yang ditawarkan Prabowo-Gibran. Mengutip kajian CISDI bertajuk ‘Prioritas Pembangunan Kesehatan dalam Visi Misi Calon Pemimpin Republik Indonesia 2024-2029’, CISDI menyarankan Prabowo-Gibran untuk mengkaji ulang program ini. CISDI menyebut, ada catatan untuk progam makan siang dan susu gratis.
Pertama, Prabowo-Gibran perlu mengkaji ulang apakah program ini perlu diprioritaskan dan mampu memiliki daya ungkit yang menyasar akar masalah. Hal ini perlu dipertimbangkan agar alokasi sumber daya dapat berdampak secara bermakna dan berkelanjutan.
Kedua, ada yang perlu diluruskan terkait program susu gratis. CISDI menyampaikan Kementerian Kesehatan atau Kemenkes sudah lama meninggalkan konsep ‘4 Sehat, 5 Sempurna’ dan beralih ke Pedoman Gizi Seimbang ‘Isi Piringku’. Di konsep lama, susu disebut sebagai komponen penyempurna, tetapi di ‘Isi Piringku’ susu adalah opsional, dimana kandungan gizi dari susu bisa didapatkan dari konsumsi lauk pauk lain.
CISDI menilai susu juga kurang tepat dianggap sebagai kandungan gizi wajib karena banyak masyarakat Indonesia yang memiliki gangguan mencerna laktosa yang ada di produk susu. Selain itu, susu yang ada di pasaran Indonesia mengandung gula yang cukup tinggi, yaitu sekitar 17,3 gram per sajian, atau kurang lebih 35 persen dari rekomendasi harian maksimum konsumsi gula tambahan Kemenkes yaitu 50 gram per hari.
Saran Perbaikan untuk Atasi Stunting
Sementara itu, Narila Mutia Nasir, Ketua Pengurus Daerah Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) provinsi DKI Jakarta sekaligus Dosen Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyebut, program makan siang dan susu untuk anak sekolah ini bisa menjadi alternatif untuk perbaikan kurang gizi anak menjelang remaja. “Tapi bukan menjadi satu-satunya jawaban untuk mengatasi permasalahan gizi apalagi untuk mengatasi stunting yang seharusnya lebih komprehensif,” ujar Narila.
Jika nantinya program ini tetap dilaksanakan, Narila memberikan sejumlah catatan. Ia membandingkan dengan program serupa di Jepang yang bernama school lunch. Di Jepang, keamanan makanan yang diberikan kepada anak sangat diperhatikan, termasuk jumlah kalori yang sangat spesifik disesuaikan untuk tiap tingkatan anak sekolah. “Soal susu juga perlu diperhatikan tentang laktosa intolerance yang umum dialami oleh orang Asia."