Kegagalan Reforma Agraria Jokowi
Sepekan sebelum Debat Cawapres 2024, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) merilis permasalahan-permasalahan agrarian di Tanah Air. Sekjen KPA Dewi Kartika juga menyoroti progres reforma agraria yang dijanjikan dalam agenda Nawacita ke-5 Presiden Jokowi.
Senada dengan Henry Saragih dari Serikat Petani Indonesia, Sekjen KPA Dewi kartika menyebut Presiden Jokowi gagal mewujudkan reforma agraria. Setidaknya, ada 10 indikator kegagalan 9 juta hektare reforma agraria era Jokowi.
Mulai dari sedikitnya penyelesaian lokasi prioritas reforma agraria (LPRA), tidak ada percepatan penyelesaian konflik agrarian, tidak ada usaha koreksi terhadap ketimpangan, tidak ada reforma agrartia terhadap klaim-klaim kawasan hutan.
Kemudian, tidak ada reforma agraria terhadap konsensi perkebunan dan terlalu sedikit yang selesai, tidak ada reformasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, tidak ada reformasi bagi pengakuan wilayah adat, kecuali hutan adat. Dewi juga menyebut masih adanya masalah agraria dan migrasi perempuan pedesaan.
“Selain itu, impor pangan terus mengalir. Kita gagal berdaulat pangan,” kata Dewi dalam peluncuran Laporan Tahunan 2023 KPA, Senin, 15 Januari 2024. “Indikator lainnya adalah bencana ekologis akibat kegagalan reforma agraria.”
Kegagalan inilah yang menurut Dewi menjadi PR untuk presiden-wakil presiden selanjutnya. Dewi lantas menyodorkan sejumlah rekomendasi dan solusi, seperti usulan membentuk Badan Otorita Reforma Agraria (BORA). Selain itu, mendorong RUU Reforma Agraria.
Ihwal BORA, kata Dewi, mekanisme reforma agraria dilakukan dari bawah. Agenda ini melibatkan rakyat yang menjadi subjek prioritas dan gerakan masyarakat sipil secara aktif, inklusif, transparan, dan akuntabel. Nantinya, BORA akan dipimpin langsung oleh presiden.
Dewan Pakar Tim Nasional Anies-Muhaimin (Amin), Achmad Nur Hidayat, merespons positif usulan tersebut. Ia juga mengatakan Amin akan mempertimbangkan pembentukan BORA untuk mewujudkan reforma agraria. Namun, Amin akan mengkaji urgensinya. Sebab, menurutnya, reforma agraria membutuhkan kepempinan yang efektif tanpa harus ada lembaga baru.
“Yang penting adalah bagaimana meningkatkan koordinasi, efisiensi, dan efektivitas implementasi program-program reforma agraria. Terutama yang terkait dengan redistribusi tanah, penyelesaian konflik agraria, dan pengakuan hak ulayat masyarakat adat,” kata Achmad.
Hal serupa disampaikan Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo–Mahfud MD, Bonnie Setiawan. Ia mengatakan BORA bisa menjadi alternatif bagi badan penuntasan reforma agraria yang memenuhi prinsip partisipasi publik dan akuntabilitas.
“Presiden tentu menjadi pemimpin utama dalam menuntaskan agenda reforma agraria,” kata Bonnie. “Dan prioritas utama reforma agraria Ganjar-Mahfud adalah menyelesaikan konflik agraria secara adil sesuai yang digariskan di visi misi.”
Pilihan Editor: KPA Minta Prabowo - Gibran Tak Lanjutkan Proyek Food Estate: Anti Reforma Agraria