TEMPO.CO, Jakarta - Serangan Israel ke Gaza dengan dalih menghabisi Hamas sudah melewati 100 hari. Korban di pihak sipil, terutama warga Palestina, sudah lebih dari 24 ribu juga, sementara di pihak Israel 1.200 orang saat Hamas menyerbu 7 Oktober 2023 yang menjadi pangkal perang.
Kekhawatiran berbagai pihak bahwa konflik akan meluas ke kawasan Timur Tengah terbukti sudah. Diawali dari tembakan roket Hizbullah ke Israel dari Lebanon selatan, kemudian serangan Houthi ke kapal-kapal tujuan Israel yang melintasi Laut Merah.
Tindakan Houthi, sebagaimana Hizbullah dan Hamas yang merupakan proksi Iran, dibalas dengan serangan udara Amerika Serikat dan Inggris ke Yaman tempat kelompok itu berkuasa di sebagian besar wilayah mulai Kamis malam.
Iran, yang sejak awal konflik Hamas-Israel menyatakan tidak mau terlibat, akhirnya mengeluarkan peluru kendalinya untuk membalas serangan Israel yang menewaskan perwira senior Garda Revolusi di Damaskus, Brigadir Jenderal Seyyed Razi Mousavi, pada 25 Desember 2023.
Setelah itu, hampir seratus orang tewas ketika bom bunuh diri yang diduga kuat dilakukan ISIS, meledak dalam peringatakan wafatnya mantan pemimpin Garda Qasem Soleimani pada 3 Januari 2024.
Tidak tanggung-tanggung, Garda Revolusi Iran disebut-sebut menggunakan rudal dengan jangkauan 1.200 km untuk menyerang "salah satu markas utama Mossad Israel di wilayah Kurdistan, Irak" pada Senin, 15 Januari 2024.
Namun serangan itu oleh Irak dinyatakan salah sasaran dan mengenai kediaman konglomerat Kurdi Peshraw Dizayee dan beberapa anggota keluarganya termasuk di antara korban tewas, ketika setidaknya satu roket menghantam rumah mereka, kata sumber keamanan dan medis Irak.
Pemerintah Irak tidak tinggal diam. Mereka mengutuk serangkaian serangan Iran di kota utara Erbil di wilayah semi-otonom Kurdistan itu. Dalam pernyataan Kementerian Luar Negeri, Baghdad mengecam serangan terhadap kedaulatannya. Pemerintah Irak mengatakan akan mengambil tindakan hukum, termasuk mengajukan pengaduan ke Dewan Keamanan PBB, untuk meminta pertanggungjawaban Iran.
Sementara konflik AS-Inggris dengan Houthi sudah berdampak pada harga minyak. Sedikitnya enam kapal tanker minyak menghindari Laut Merah bagian selatan pada Senin, 15 Januari 2024, seiring dengan meningkatnya gangguan pada rute vital untuk pengiriman energi setelah serangan ke Yaman itu.
Menyusul serangan tersebut, Pasukan Maritim Gabungan (CMF) pimpinan AS yang berbasis di Bahrain memperingatkan semua kapal untuk menghindari Selat Bab al-Mandab di ujung selatan Laut Merah selama beberapa hari pada Jumat, menurut badan kapal tanker INTERTANKO.
Sebelum serangan AS dan Inggris ke Yaman, sebagian besar kapal kontainer menghindari Laut Merah, dengan lalu lintas kapal tanker minyak sebagian besar tidak berubah pada bulan Desember.
Namun sejak peringatan CMF, semakin banyak kapal tanker minyak yang menghindari wilayah tersebut, sehingga meningkatkan potensi gangguan pada pasokan minyak timur-barat melalui Terusan Suez.
Masa depan Gaza
Di tengah meluasnya konflik Hamas-Israel ke kawasan, nasib 2,3 juta warga Gaza masih belum jelas. Sekitar 800 ribu orang Palestina di sana, terancam kelaparan parah karena seretnya bantuan masuk karena Israel tidak mau menjamin keselamatannya.
Israel, yang sempat mengatakan akan mengurangi serangan untuk mengurangi dampak ke warga sipil, hanya bentuk lips service PM Benjamin Netanyahu saja untuk menyenangkan hati pendukung utamanya Presiden AS Joe Biden.
Kenyataannya, serangan udara dan darat terus dilakukan Israel dengan membabi buta sehingga korban sipil terus berjatuhan. Tank-tank Israel menyerbu kembali ke bagian utara Jalur Gaza yang mereka tinggalkan pekan lalu, kata warga pada Selasa, 16 Januari 2024, sehingga memicu kembali pertempuran paling sengit sejak Tahun Baru ketika Israel mengumumkan akan mengurangi operasinya di sana.
Ledakan besar terlihat di wilayah utara Gaza dari seberang perbatasan dengan Israel – hal yang jarang terjadi selama dua minggu terakhir setelah Israel mengumumkan penarikan pasukan di utara sebagai bagian dari transisi ke operasi yang lebih kecil dan tertarget.
Itu yang membuat Biden gusar. Ia dilaporkan sudah tidak terlibat dalam percakapan dengan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu selama 20 hari terakhir akibat konflik Gaza. Hal ini dilaporkan media Axios pada Minggu.
Percakapan telepon terakhir antara kedua pria tersebut, yang terjadi pada 23 Desember 2023, digambarkan sebagai percakapan yang "menegangkan".
Biden dilaporkan kehilangan kesabaran terhadap Netanyahu atas konflik di Gaza. “Ada rasa frustrasi yang sangat besar,” kata pejabat Amerika Serikat.
Mengutip para pejabat AS yang mengetahui masalah ini, situs berita Axios melaporkan bahwa Biden dan para pejabat senior Amerika semakin frustrasi terhadap Netanyahu dan penolakannya untuk memenuhi permintaan pemerintah terkait konflik di Gaza.
"Situasinya buruk dan kita terjebak. Kesabaran presiden sudah habis," Axios mengutip ucapan seorang pejabat AS.
Masa depan Gaza sendiri belum jelas. Netanyahu masih menyimpan keinginan untuk menguasai Jalur Gaza sebagaimana dilakukan Israel di Tepi Barat. Hal ini ditentang oleh Dunia, termasuk Joe Biden.
Bahkan di dalam negeri sendiri, para pemimpin Israel tidak satu suara. Menteri Pertahanan Yoav Gallant menegaskan bahwa rakyat Palestina yang akan memerintah Jalur Gaza setelah perang dengan Israel berakhir. “Orang-orang Palestina tinggal di Gaza dan oleh karena itu orang-orang Palestina akan memerintahnya di masa depan. Pemerintahan Gaza di masa depan harus tumbuh dari Jalur Gaza,” kata Gallant pada konferensi pers, Senin, 15 Januari 2024..
“Pada akhir perang tidak akan ada ancaman militer dari Gaza. Hamas tidak akan bisa memerintah dan berfungsi sebagai kekuatan militer di Jalur Gaza,” ujarnya.
Dia mengatakan di masa depan, Jalur Gaza akan diperintah oleh masyarakat sipil. Namun dia bersikeras bahwa pasukan Israel akan memiliki “kebebasan beroperasi” dengan tujuan melindungi warga negara Israel.
Hamas, yang memerintah Jalur Gaza sejak 2007, terlibat perang dengan Israel. Perang meletus setelah pejuang Hamas menerobos perbatasan militer wilayah Palestina dengan Israel dan menyerang komunitas Israel selatan pada 7 Oktober 2024.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada November lalu menyatakan otoritas Palestina tidak semestinya mengambil alih wilayah Jalur Gaza. Amerika Serikat sudah menegaskan Israel tidak dapat menduduki wilayah tersebut. Sementara Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan bahwa Palestina dapat mengambil alih Jalur Gaza.
Dengan meningkat dan meluasnya ketegangan ke wilayah lain di Timur Tengah, konflik di sana tampaknya tidak segera berakhir sementara invasi Rusia di Ukraina juga tidak ada tanda-tanda menurun. Hal ini jika dibiarkan akan semakin memperburuk krisis ekonomi dunia.
Pilihan Editor Tarik Ulur Keluarga Sultan Rifat Vs Bali Tower, Soal Kompensasi dan Rasa Kemanusiaan