4. Burkina Faso
Sejak 2016, Burkina Faso menghadapi kekerasan yang berkembang pesat dan meluas ketika militer negara ini berjuang untuk membendung kelompok bersenjata. Sekitar setengah wilayah negara tersebut kini berada di luar kendali pemerintah, dengan kelompok-kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan Al Qaeda dan ISIS. Menurut Amnesty International, kelompok-kelompok seperti Ansarul Islam dan kelompok bersenjata lainnya melakukan pengepungan brutal di berbagai wilayah di Burkina Faso dan melakukan kejahatan perang dan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk pembunuhan warga sipil, penculikan perempuan dan anak perempuan, serangan terhadap infrastruktur sipil dan serangan terhadap konvoi pasokan, yang mengakibatkan konsekuensi kemanusiaan yang parah.
“Kelompok bersenjata juga menyerang konvoi pasokan, yang berdampak besar terhadap warga sipil. Satu dari dua belas orang di seluruh negeri terpaksa meninggalkan rumah mereka,” kata Samira Daoud, Direktur Regional untuk Afrika Barat dan Tengah Amnesty International, dalam laporan tahunan lembaga ini.
Tahun 2024 diprediksi pengepungan kota-kota oleh kelompok bersenjata akan meningkatkan kebutuhan bantuan kemanusiaan. Masyarakat akan semakin berisiko di tengah meningkatnya kekerasan antara pemerintah dan kelompok bersenjata.
3. Sudah Selatan
Sudan Selatan merdeka dari Khartoum pada tahun 2011. Sayangnya, kemerdekaan itu bukan jalan untuk menuju kemakmuran. Hanya dua tahun berselang, konflik pecah di negara baru tersebut, yang mengakibatkan situasi konflik bersenjata, kemerosotan ekonomi, penyakit dan kelaparan yang kompleks dan berbahaya. Konflik ini telah memaksa jutaan orang mengungsi dan menyebabkan jutaan lainnya mengungsi di dalam negeri.
Situs UNHCR menyebutkan mayoritas (lebih dari 83 persen) pengungsi yang melarikan diri dari Sudan Selatan adalah perempuan dan anak-anak, dan 65 persen dari total populasi pengungsi Sudan Selatan adalah anak-anak. Mereka adalah penyintas serangan kekerasan fisik, kekerasan seksual dan, dalam banyak kasus, anak-anak terpisah dari orang tuanya dan bepergian sendirian.
Memasuki tahun 2024, perang melintasi perbatasan di Sudan makin melemahkan perekonomian Sudan Selatan. Sementara itu, krisis ekonomi dan meningkatnya banjir telah berdampak pada kemampuan keluarga dalam menyediakan makanan. Saat ini, 9 juta orang di Sudan Selatan membutuhkan bantuan kemanusiaan. Jumlah ini mencakup 72% populasi.
Di tahun 2024, Sudan Selatan diperkirakan mengalami ketegangan terkait pemilihan presiden pertama, yang dijadwalkan pada Desember. Bentrokan sengit antarkelompok bersenjata telah meningkat di bagian utara negara itu. Krisis ekonomi yang para, akan memperburuk tingkat kemiskinan ekstrem dan kerawanan pangan di Sudan Selatan.