Namun, ia mengatakan bahwa fenomena ini tidak dapat disebut dengan ayah-sentris. "Tidak juga, karena ada faktor ibu. Ini lebih ke budaya di dalam keluarga itu, karena tiap keluargakan budayanya berbeda-beda," kata Diyah. Menyoal kasus pembunuhan 4 anak di Jagakarsa dan ayah banting anaknya hingga tewas di Penjaringan, ia menyebut ada faktor dominasi ayah dan budaya patriarki yang kental.
"Darurat kekerasan anak itu terjadi tidak hanya ketika KPAI menyampaikan di awal tahun, tetapi hingga hari ini kekerasan pada anak itu tidak hanya jumlahnya semakin banyak, tetapi tingkat kebrutalan terhadap korban anak ini semakin mengkhawatirkan," ucapnya.
Pencegahan kekerasan pada anak merupakan upaya kolektif
Diyah mengatakan bahwa pencegahan kekerasan pada anak tidak serta-merta menjadi tanggung jawab dan kewajiban lingkungan keluarga saja. Lebih dari itu, menurut dia harus ada upaya kolektif dari masyarakat secara luas untuk menyetop kasus kekerasan yang menjadikan anak sebagai korban.
"Kasus di Penjaringan dan Jagakarsa itu saya kira menjadi evaluasi besar di akhir tahun. Dan ini PR besar untuk bangsa ini, apalagi di kepemimpinan yang akan datang," katanya. Menurut dia, seharusnya dua kasus yang menyebabkan hilangnya nyawa anak di tangan ayahnya sendiri bisa dihindarkan apabila masyarakat sekitar aware dengan permasalahan yang terjadi.
Bicara soal pencegahan, Komisioner KPAI sekaligus pengajar di Universitas Ahmad Dahlan ini merekomendasikan beberapa hal. Pertama, lembaga Pusat Pembelajaran Keluarga atau Puspaga harus turun hingga ke tingkat keluarga, untuk memberikan edukasi perihal pengasuhan sekaligus mendata titik rawan keluarga yang bermasalah pada ekonomi, pendidikan, dan sosial.
Kedua, RT/RW melakukan pemetaan kerentanan dalam keluarga. Peran tokoh agama dan tokoh masyarakat juga penting sebagai pengingat kepada warga soal cara mendidik anak di kondisi saat ini. "Kemudian juga memberikan pesan yang mungkin lebih pendekatan secara kekeluargaan," ucapnya.
Peran aparat penegak hukum, kata Diyah juga tidak kalah penting sebagai upaya paling akhir mencegah kasus kekerasan pada anak ini. Namun, ia mengkritisi fungsinya belakangan ini. Menurut dia, aparat hukum tidak hanya memiliki tugas untuk menangkap pelaku saja. Tetapi juga turut mengedukasi masyarakat lewat Bintara Pembina Desa (Babinsa) dan patroli polisi.
Pencegahan ini perlu dilakukan segera. Sebab, Diyah khawatir akan terjadi ledakan KDRT yang menjadikan anak sebagai korban, semakin bertambah banyak. "Waktu libur kan masih panjang, karena anak dengan keluarga ekonomi menengah ke bawah rata-rata di rumah saja. Saya khawatir kondisi ekonomi keluarga yang belum bagus terus ditambah banyak hal, sewaktu-waktu meledak pelampiasannya kepada anak," ucap Diyah khawatir.
Kasus kekerasan terhadap anak bak fenomena gunung es...