Di sisi lain, Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menilai rencana pemerintah yang akan memungut objek cukai baru pada 2024, khususnya MBDK, kemungkinan tertahan karena bersamaan dengan tahun politik.
"Ketika penerapan cukai MBDK diundur ke 2024, maka sebenarnya peluang untuk diterapkan kebijakan ini di 2024 berpotensi akan semakin mengecil mengingat sensitivitas tahun politik dan kepentingan pemerintah menjaga citra politik yang populis,” ujar Yusuf ketika dihubungi oleh Tempo, Rabu, 29 November 2023.
Kendati demikian, dirinya sangat mendorong kebijakan pemerintah untuk segera menerapkan cukai MBDK mengingat Indonesia sudah darurat obesitas dan diabetes.
Hasil riset kesehatan dasar terakhir Kementerian Kesehatan pada 2018 juga menunjukkan adanya peningkatan prevalensi obesitas dan penyakit tidak menular secara substansial selama lima tahun terakhir, terutama hipertensi, stroke, diabetes, dan gagal ginjal kronis.
Dari data tersebut, tujuh dari sepuluh penyebab kematian di Indonesia adalah penyakit tidak menular, dan diabetes menempati posisi ketiga dari daftar penyebab kematian tertinggi tersebut. Mengingat kontribusinya pada peningkatan beban kesakitan dan kematian akibat penyakit tidak menular, cukai minuman bergula dalam kemasan harus segera diberlakukan untuk membatasi tingkat konsumsi yang tinggi.
Sama halnya dengan cukai MBDK, Yusuf juga mendorong penerapan cukai plastik karena Indonesia sudah darurat sampah plastik, terutama plastik sekali pakai. “Karena itu kebijakan untuk menekan konsumsi plastik dan minuman dengan kandungan gula tinggi sudah sangat mendesak untuk segera direalisasikan di Indonesia,” kata dia. Adapun Yusuf menyebut, kebijakan serupa sudah diterapkan oleh banyak negara, termasuk di enam negara ASEAN, yaitu Thailand, Filipina, Kamboja, Laos, Malaysia, dan Myanmar.
Memang harus diakui, penerapan cukai plastik dan MBDK memiliki konsekuensi ekonomi yang cukup signifikan, terutama terhadap industri makanan dan minuman. “Penerapan cukai plastik dan cukai MBDK dengan tarif signifikan dipastikan akan mengerek naik harga produk dan menurunkan volume penjualan MBDK,” ucap Yusuf.
Dengan peran industri makanan dan minuman yang cukup besar dalam perekonomian, Yusuf mengatakan penerapan kebijakan ini dipastikan akan memberi dampak baik ke pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.
Namun, menurutnya, mempertentangkan ekonomi dan kesehatan dalam jangka pendek adalah sebuah sesat fikir yang berbahaya. Dengan menerapkan cukai MBDK secepatnya, maka kita akan menurunkan angka kesakitan, menyelamatkan banyak nyawa, meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan memulihkan prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
“Logika yang sama berlaku untuk cukai plastik. Sampah plastik memiliki implikasi luas dan serius terhadap kelestarian lingkungan kita,” tutur ekonom itu.
Lebih lanjut, Yusuf menyoroti soal penerapan cukai yang lebih rumit dibandingkan pajak. Hal ini karena penerapan cukai mengharuskan adanya pemeriksaan fisik barang kena cukai dan keharusan adanya pita cukai sebagai bukti pelunasan. “Maka layer dari tarif cukai MBDK sebaiknya dibuat tidak terlalu banyak, diusahakan sesederhana mungkin untuk menekan peluang industri melakukan penghindaran cukai MBDK ini,” ujarnya.
Dia juga menyarankan agar penerapan ini dilakukan secara menyeluruh baik dalam kemasan maupun tidak dalam kemasan, agar konsumen tidak mengalihkan konsumsinya dari MBDK yang terkena cukai ke minuman berpemanis tidak dalam kemasan yang tidak terkena cukai.
Senada dengan Yusuf, peneliti Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI), Olivia Herlinda mengatakan bahwa pemungutan tarif cukai seharusnya sudah bisa diterapkan.
"Yang perlu dilakukan sekarang adalah menggulirkan kebijakannya dulu, tapi, ya, dengan catatan bahwa tidak asal diadopsi dan dikeluarkan. Besar kecilnya (tarif) harus diatur agar efektif buat masyarakat,” ujar dia.
Tidak dapat dipungkiri, penerapan kebijakan ini memang memiliki sejumlah tantangan, seperti hambatan dalam sektor industri. "Tapi memang tantangannya adalah banyak sekali lobi-lobi industri juga," ujarnya.
Dia juga melihat bahwa upaya pemerintah untuk melakukan promosi dan presentasi mengenai aturan ini masih sangat lemah. “Tentunya pemerintah punya banyak pertimbangan untuk tidak melakukan dan menerapkan kebijakan yang tidak populer," kata Olivia.
Adapun aturan ini, kata Olivia, memang tidak mudah diterima oleh semua kementerian/lembaga. Salah satunya Kementerian Perindustrian yang mandatnya meningkatkan jumlah penjualan. Penerapan tarif cukai plastik dan MBDK pada 2024 juga dinilai akan mengalami tantangan, terlebih dalam menghadapi tahun politik.
DEFARA DHANYA PARAMITHA | ILONA ESTERINA | AMELIA RAHIMA SARI
Pilihan Editor: Tindak Pidana Cukai Kini Bisa Dihentikan, DJBC: Aturan Ini Semacam Restorative Justice