TEMPO.CO, Jakarta - “Kami siap mati duduk di kampung kami. Kami tidak mau direlokasi ,” ucap Rohimah, warga Pulau Rempang, Jumat, 15 September 2023.
Kepada Tempo, Rohimah menuturkan bahwa masyarakat Pulau Rempang berkukuh menolak penggusuran untuk pengembangan Rempang Eco City. Meski situasi Pulau Rempang Jumat, 15 September 2025 sudah kondusif, masyarakat Rempang tetap bergeming. Mereka ogah menandatangani surat persetujuan relokasi yang disodorkan Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Iming-iming ganti rugi rumah seharga Rp 120 juta tidak membuat goyah. Alasannya sederhana, masyarakat di 16 kampung tua itu sudah lama mendiami di Pulau Rempang. “Kami sudah ada 7 sampai 8 turunan. Ratusan tahun nenek moyang kami di sini," kata Rohimah
Rempang Eco City merupakan proyek pengembangan Pulau Rempang menjadi kawasan industri, perdagangan, hingga wisata yang terintegrasi. Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut bakal dibangun di atas dua kelurahan, yaitu Sembulang dan Rempang Cate.
Pengembangan Rempang Eco City diluncurkan di Kemenko Perekonomian pada 12 April 2023. PT Makmur Elok Graha (MEG) menjadi pengembang dengan nilai investasi sekitar Rp 381 triliun hingga 2080 mendatang.
Saat ini, BP Batam sedang mengebut relokasi empat perkampungan di lahan seluas 2.000 hektare yang bakal ditempati Xinyi Group, investor China yang digandeng MEG dengan investasi senilai kurang lebih Rp 172 triliun. Targetnya, relokasi selesai 28 September 2023.
Kendati demikian, Rohimah menegaskan masyarakat Pulau Rempang tidak akan angkat kaki. Karena itu, ia menunggu BP Batam ambil sikap. “Kalau tidak, kemungkinan di situ lebih banyak pertumpahan darah. Karena kami tidak mau dipaksa keluar dari kampung kami,” ucapnya.
Perempuan 50 tahun itu juga memastikan puluhan keluarga yang disebut-sebut mendaftarkan diri untuk relokasi bukanlah penduduk asli Rempang. Ia pun meminta agar angka tersebut tidak dijadikan acuan, apalagi klaim bahwa masyarakat Rempang sepakat dipindahkan.
Rohimah menuturkan masyarakat Pulau Rempang tidak menolak investasi. Dia justru bangga ketika ada investor yang masuk Rempang.
“Silakan investasi, tapi jangan ganggu kami. Jangan relokasi 16 kampung tua kami,” ucap Rohimah. Hal itu yang ingin ia sampaikan jika Menteri Investasi Bahlil Lahadalia memenuhi janjinya mengunjungi Pulau Rempang
Soal investasi, Rohimah bercerita, masyarakat mengetahui soal MoU PT MEG yang ditandatangani pada 2004. Saat itu, kata dia, masyarakat diinformasikan bahwa 16 titik kampung tua tidak masuk dalam investasi tersebut. Karena itu, masyarakat kaget begitu dipaksa relokasi untuk pengembangan Rempang Eco City.
Rohimah mengakui pemerintah menggelar sosialisasi untuk Rempang Eco City. Hanya saja persoalannya, pemerintah tidak mendengar aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Sosialisasi itu, menurut dia, hanya berupa pemberitahuan soal proyek.
“Mereka hanya katakan apa yang mereka inginkan. Makanya terjadi benturan di lapangan, tanggal 7 dan 11 (September) itu,” ucap Rohimah.
Diberitakan sebelumnya, bentrok warga dengan aparat gabungan TNI-Polri pecah pada 7 September 2023 ketika aparat gabungan memaksa masuk perkampungan untuk memasang tapal batal di Pulau Rempang. Kerusuhan kembali pecah ketika masyarakat berunjuk rasa di depan Kantor BP Batam pada 11 September 2023.