Lakso menilai upaya pelaporan terhadap Denny merupakan bagian dari upaya membungkam suara kritis terhadap pemerintah. Dia mengatakan peristiwa belakangan ini seperti kriminalisasi terhadap dua aktivis HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menjadi petunjuk awal adanya tren membungkam kebebasan berpendapat itu. “Dalam kerangka yang lebih besar, kami sedang menyusun maklumat untuk menolak pembungkaman kritik yang nanti akan kami serahkan ke Presiden,” kata dia.
Mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto mengatakan masuk ke dalam tim itu karena menganggap tudingan membocorkan rahasia negara kepada Denny sangat prematur dan naif. Dia mengatakan telah terjadi diskriminasi perlakuan hukum antara kasus Denny dengan dugaan kebocoran hasil penyelidikan di KPK yang menyeret nama pimpinan lembaga antirasuah itu. “Kita tidak boleh diskriminatif dan standar ganda, apakah Pimpinan KPK yang dituduh membocorkan hasil penyelidikan KPK pernah dipersoalkan sebagai membocorkan rahasia negara,” kata dia.
Selain itu, Bambang menilai ada isu yang lebih besar di balik pernyataan Denny, ketimbang hanya tudingan membocorkan rahasia negara. “Ada kepentingan yang jauh lebih besar dari sekedar tudingan membocorkan rahasia negara ketika proses pemilihan anggota dewan yang notabene kewenangan DPR disabotase kepentingan lain padahal tak punya otoritas untuk menentukan hal tersebut,” kata dia.
Senada dengan Bambang, mantan Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan bergabung dalam tim kuasa hukum tersebut karena pernyataan Denny dianggap penting. Sebab, kata dia, bila benar maka akan ada putusan yang mengubah wajah demokrasi Indonesia. “Dalam informasi yang diucapkan Denny Indrayana ada putusan yang akan mengubah wajah demokrasi Indonesia,” ucap pendiri AMAR Law Firm itu.
Pilihan Editor: Arsul Sani Harap Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Sistem Pemilu Disertai Arahan Nilai Konstitusional