Pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies atau Celios Bhima Yudhistira menilai kebijakan pengambilalihan perbaikan jalan oleh Pemerintah Pusat menimbulkan dua konsekuensi.
"Satu, Pemerintah Pusat dapat duit darimana? Kalau nggak dari pajak nambah utang baru kan?" ujar Bhima saat ditemui di Jakarta pada Kamis, 11 Mei 2023.
Padahal, kata dia, sudah dianggarkan sebelumnya untuk anggaran infrastruktur. Dengan perbaikan itu, dia melihat akan ada anggaran baru.
"Kedua, ini akan membuat pemerintah daerah manja. Jadi biarin aja warganya curhat di media sosial," tutur Bhima.
Menurut Bhima, cara-cara manajemen kebijakan dan keuangan seperti itu tidak bagus karena seolah semua bisa diselesaikan dengan turunnya Pemerintah Pusat. Dengan begitu, kata dia, untuk apa ada Pemerintah Daerah?
Sementara itu, anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama mengapresiasi langkah Pemerintah Pusat mengambil alih penanganan jalan rusak di Lampung. Namun, menurut dia Jokowi tidak perlu berlebihan berkonvoi di jalanan rusak dan seolah menjadi pahlawan yang membereskan kekacauan di daerah.
"Kami meminta pemerintah pusat tidak perlu lagi melakukan aksi teatrikal atas tugas yang memang harus mereka dilakukan. Sebaiknya pemerintah pusat segera menentukan jalan-jalan rusak di daerah mana saja yang akan diambil alih untuk diperbaiki," kata Suryadi lewat keterangan tertulis pada Selasa, 9 Mei 2023.
Anggota DPR RI lainnya, yakni Mukhamad Misbakhun dari Komisi XI menilai kebijakan Pemerintah Pusat mengambil alih perbaikan jalan di Lampung sudah sewajarnya terjadi.
Menurut Misbakhun, infrastruktur itu hanya membutuhkan alokasi anggaran. Tetapi, kalau alokasi anggaran Dana Alokasi Khusus atau DAK-nya hanya Rp 20 miliar, Rp 30 miliar, atau Rp 50 miliar tentu tidak bisa memperbaik.
"Sekelas Provinsi Lampung butuh lebih dari Rp 1 triliun untuk dana transfer. Kemampuan PAD (Pendapatan Asli Daerah) mereka terbatas sementara objek-objek pendapatan yang menjadi potensi mereka, semuanya terserap menjadi penerimaan pemerintah pusat," papar Misbakhun ketika ditemui di Jakarta pada Kamis.
Ketika hal itu terjadi, kata dia, maka infrastruktur bisa dibangun dan tidak bisa dipelihara. Hal ini berlaku bagi jalan kelas kabupaten maupun kelas provinsi. Kalau nasional masih bisa dijaga oleh pemerintah.
Dia menjelaskan dalam beberapa kunjungannya seperti di Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan sebagainya memiliki jalan-jalan yang hancur. Padahal, kata dia, mereka merupakan provinsi penghasil komoditas yang memberikan sumbangan luar biasa terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan penerimaan pajak.
"Karena dipakai apa? Transportasi sumber daya alam yang menjadi ukuran performance kinerja ekonomi nasional kita. Bayangkan mengangkut sawit itu minimal 25 ton, 40 ton, mengangkut batu bara minimal 50-60 ton. Sementara standar infrastruktur lokal berapa?" paparnya.