Pendapatan usaha Waskita Karya turun menjadi Rp 2,73 triliun per akhir Maret 2023 dibandingkan periode serupa 2022 yang sebesar Rp 2,74 triliun. Beban pokok pendapatan juga turun menjadi Rp 2,3 triliun.
Rugi periode berjalan perseroan per kuartal satu tahun 2023 turun menjadi Rp 395,4 miliar dari posisi Rp 839,64 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Adapun total ekuitas Waskita Karya juga turun dari Rp 15.46 triliun menjadi Rp 13,85 triliun pada kuartal pertama tahun 2023. Sementara rasio utang terhadap modal membengkak dari 4,85 menjadi 5,55 atau di atas nilai ideal di bawah 1 kali.
Dugaan tindak pidana korupsi di perusahaan yang tengah dibelit utang jumbo dan arus kas minus ini semakin memprihatinkan. Tak sedikit yang mempertanyakan bagaimana kelanjutan nasib proyek-proyek yang tengah dikebut perusahaan konstruksi pelat merah karena penugasan pemerintah tersebut.
Direktur Eksekutif Sinergi BUMN, Achmad Yunus, menilai meskipun banyak proyek pemerintah yang tengah digarap Waskita Karya, semestinya tetap berjalan. Kecuali, kata dia, perkara korupsi yang disangkakan juga berkaitan dengan proyek-proyek tersebut dan melibatkan sejumlah pihak terkait.
Namun Achmad Yunus menilai langkah "bersih-bersih" yang dilakukan oleh Menteri BUMN Erick Thohir hendaknya difokuskan pada pembenahan sistem. Caranya, dengan memprioritaskan kepentingan besar BUMN.
"Pak Erick Thohir harusnya tidak hanya dengan melapor-laporkan ke kejaksaan karena yang jadi korban adalah kepercayaan publik pada BUMN," tuturnya kepada Tempo, Rabu, 3 Mei 2023. Terlebih, Erick Thohir memiliki wewenang untuk memberhentikan direksi BUMN kapan pun.
Apabila ada indikasi dan bukti yang menunjukkan tindakan korupsi, menurut Achmad, Erick Thohir tinggal memberhentikannya. Kemudian, meminta direksi yang bersangkutan untuk mengganti kerugian. Achmad menilai langkah itu akan lebih baik untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan publik kepada BUMN.
Ia menilai terus berulangnya kasus korupsi di BUMN karena pemerintah tak mengevaluasi sistem kerja perusahan pelat merah tersebut. Hal itu tercermin pada proses rekruitmen direksi yang cenderung tertutup, sehingga berpotensi transaksional yang menjadi akar persoalan korupsi.
Sistem pengawasan internal BUMN juga dinilai tidak kuat. Karena itu, perlu diperkuat di bawah dewan komisaris sebagai wakil pemilik saham agar tidak ada kepentingan direksi yang diamankan.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai kasus korupsi di tubuh Waskita Karya terjadi lantaran perusahaan memang terjepit penugasan-penugasan dari pemerintah yang cukup banyak. Jika dilihat dari modus yang dipaparkan oleh Kejaksaan Agung, menurut dia, kasus ini amat berkaitan dengan masifnya penugasan infrastruktur saat ini.
Dari sisi pembiayaan, situasi ini membuat perusahaan terpaksa mencari pembiayaan secara kreatif akan sulit mendapatkan pendanaan. Sebab jika berharap dari PMN, kata dia, tidak akan mencukupi dibandingkan dengan banyaknya program strategis nasional (PSN) yang dikerjakan.
Selanjutnya: Menurut dia, situasi ini diwaspadai di BUMN karya lainnya...