Pada 2017, Reality Leigh Winner yang berusia 25 tahun, seorang ahli bahasa untuk kontraktor intelijen NSA di Georgia, ditangkap dan didakwa memberikan laporan rahasia pemerintah AS kepada organisasi media tentang upaya peretasan Rusia yang menargetkan informasi pendaftaran pemilih AS. Dia menjalani sekitar tiga tahun dari hukuman penjara lima tahun dan dibebaskan pada Juni 2021. Tindakannya menjelaskan seberapa jauh intelijen Rusia menyusup ke perusahaan perangkat lunak pemungutan suara AS. Informasi itu, yang diremehkan oleh pemerintahan Trump, membuktikan bahwa inti demokrasi Amerika mudah terancam oleh agen asing.
Dan kemudian muncul Jack Teixeira, seorang pemuda berusia 21 tahun. Menurut catatan militer, Teixeira bergabung dengan Garda Nasional pada 2019 dan bekerja di Pangkalan Garda Nasional Udara Otis. Nama pekerjaannya: pekerja harian sistem transportasi dunia maya.
Selama dekade terakhir, Edward Snowden, Chelsea Manning, dan Reality Winner adalah contoh menonjol pegawai dan kontraktor pemerintah AS yang bermotivasi ideologis yang secara ilegal mengambil dokumen rahasia dan mempublikasikannya dalam upaya untuk mengubah kebijakan atau praktik AS. Dalam kasus Snowden, misalnya, ia memprotes tindakan pengawasan AS terhadap rakyatnya yang ia anggap sebagai pelanggaran berat terhadap hak konstitusional.
Tetapi, Teixeira tidak membuat klaim seperti para pendahulunya. Setidaknya itu menurut teman-teman yang menghabiskan waktu bersamanya di ruang obrolan di Discord. Teixeira memang kerap mengkritik beberapa kebijakan AS, tetapi tindakan pembocorannya diduga bukan didorong oleh ideologi maupun aktivitas politik, melainkan hasrat untuk membuktikan diri pada teman-teman onlinenya.
Akses yang Terlalu Mudah
Sebuah laporan pemerintah pada 2017 menemukan bahwa lebih dari 1,2 juta pegawai pemerintah memiliki akses ke materi-materi yang tergolong “sangat rahasia”, seperti halnya banyak dokumen yang bocor.
“Jelas, terlalu banyak orang yang memiliki akses ke terlalu banyak informasi rahasia yang sangat rahasia,” kata Evelyn Farkas, seorang pejabat Departemen Pertahanan di bawah pemerintahan Obama.
Setelah setiap kasus, pihak berwenang telah berjanji untuk menindak kebocoran. Itu termasuk kontrol yang lebih ketat atas siapa yang memiliki akses ke intelijen, dan apa yang dapat diunduh atau dicetak oleh beberapa orang dari komputer pemerintah tertentu.
Namun, janji itu tampaknya belum pernah bisa terwujud. Dalam kasus terbaru, dokumen yang dipermasalahkan – beberapa di antaranya diposting di Twitter – tampak seperti fotokopi dokumen cetak.
Secara berkala, pihak berwenang juga meningkatkan program "Ancaman Orang Dalam" di agensi masing-masing yang dirancang untuk menangkap karyawan yang tidak puas yang mungkin ingin mencuri informasi dan menggunakannya untuk keuntungan finansial atau politik.