TEMPO.CO, Jakarta - Donald Trump menjadi presiden Amerika Serikat pertama yang menghadapi tuntutan pidana. Ia terjerat dugaan penyuapan terhadap bintang porno Stormy Daniels di tengah pencalonannya kembali sebagai presiden AS pada pemilu 2024.
Berbagai pertanyaan mencuat setelah Donald Trump terjerat kasus pidana. Apakah ia bisa tetap melanjutkan pencalonannya sebagai orang nomor satu di AS?
Menurut pakar hukum, Trump bisa tetap maju sebagai calon presiden AS. Tidak ada dalam Konstitusi yang mencegah seseorang yang telah dituntut atau dihukum untuk menduduki jabatan. Tuduhan atau dakwaan spesifik belum diumumkan secara terbuka, dan dakwaan bukanlah hukuman.
"Sudah diterima secara luas bahwa daftar kualifikasi dalam Konstitusi bersifat eksklusif, yaitu Kongres atau negara bagian tidak dapat menambahkan kualifikasi pada yang tercantum dalam Konstitusi," kata Derek Muller, seorang profesor hukum di University of Iowa, sebelum dakwaan terhadap Trump dibacakan. "Itu adalah sesuatu yang benar-benar tidak memengaruhi kemampuan Anda untuk mencalonkan diri sebagai kandidat, tampil di surat suara, atau bahkan memenangkan pemilihan."
Trump dituduh menyuap bintang porno Stormy Daniels sebesar US$ 130 ribu sesaat sebelum pemilihan presiden 2016. Michael Cohen, pengacara dan "fixer" Trump saat itu, membayar Daniels atas kesepakatan untuk tidak mengungkapkan dugaan perselingkuhan dengan Trump sebelumnya.
Keputusan untuk menuntut Trump diperkirakan akan mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh dunia politik. Namun, secara hukum, Konstitusi hanya menetapkan tiga persyaratan untuk menjadi presiden AS yaitu harus warga negara Amerika Serikat yang lahir di negara itu, berusia 35 tahun atau lebih dan telah menjadi penduduk AS setidaknya selama 14 tahun.
Sebelum Trump, sejumlah tokoh di AS pernah maju dalam pencalonan presiden. Menurut Dan Ortiz, seorang profesor di Sekolah Hukum Universitas Virginia, Eugene Debs, yang mencalonkan diri sebagai presiden saat berada di balik jeruji penjara federal di Atlanta sebagai calon dari Partai Sosialis pada tahun 1920. Debs telah dihukum karena melanggar Undang-Undang Spionase atas pidato anti-perang. Dia memenangkan lebih dari 3 persen suara secara nasional.
"Saya tahu tidak ada yang akan melarang dia dari kantor jika dia memenangkan pemilihan," kata Ortiz.
Lyndon LaRouche, kandidat yang mendukung teori konspirasi tentang kiamat ekonomi, mencalonkan diri sebagai presiden di setiap pemilihan antara 1976 dan 2004. Dia dihukum karena penipuan pajak dan surat pada tahun 1988, tetapi itu tidak menghentikannya untuk tetap berkampanye dari penjara pada 1992.
Meskipun terbatas dalam berkampanye, tidak ada hambatan konstitusional untuk terpidana berpartisipasi dalam pemilihan, menurut Muller. "Jika Anda dihukum karena kejahatan dan dipenjara, Anda tidak bisa memilih, tapi Anda bisa memenangkan pemilu," kata Muller. "Intinya, hanya ada sedikit kualifikasi, dan itu dimaksudkan untuk diserahkan kepada pemilih atau negara."
Neama Rahmani, presiden West Coast Trial Lawyers dan mantan jaksa federal, mengatakan bahwa jika Trump menang dalam pemilu 2024, maka kasus yang sedang menjeratnya akan hilang. "Hukumnya jelas. Tidak ada presiden yang menjabat yang bisa dituntut," kata Rahmani kepada Newsweek .
"Jika Trump dinyatakan bersalah sebelum pemilihan, dia bisa dipenjara, tetapi terlalu dini untuk mengatakannya. Itu tergantung pada dakwaan sebenarnya, bukti yang diajukan di persidangan, dan apakah Trump mengambil sikap dan bersumpah palsu. Dan jika Trump dipenjara, dia masih bisa menjadi presiden. Hukuman kejahatan dan pemenjaraan tidak mendiskualifikasi dia dari memegang jabatan publik."