Pengucilan
Di samping tekanan dari sisi ekonomi, Dunia juga memberi tekanan politik terhadap Rusia. Pekan lalu, pada 23 Februari 2023, Majelis Umum PBB mengeluarkan sebuah resolusi yang mengucilkan Rusia. Resolusi itu diadopsi dengan dukungan 141 suara, 32 abstain dan enam tidak mendukung.
Indonesia termasuk negara yang mendukung. Dari pernyataan pers yang diterima Tempo, yang menjadi alasan Indonesia memberikan dukungan adalah karena pokok dan semangat resolusi yang menjunjung tinggi prinsip dalam Piagam PBB dan hukum internasional, termasuk resolusi konflik secara damai, penghormatan terhadap HAM dan penegakan Hukum. “Indonesia mendorong kedua belah pihak untuk ke meja perundingan. Bagi Indonesia pendekatan zero-sum game dalam perang Ukraina tidak akan menyelesaikan masalah,” kata pernyataan tersebut.
Meski terlihat begitu banyak persetujuan untuk resolusi ini, faktanya Rusia masih memiliki dukungan dari beberapa negara. Dan ini jadi menyulitkan. Menurut Andrew Wroble, peneliti Emerging Europe, langka mengucilkan Rusia harus total. “Tidak ada langkah setengah-setengah jika itu menyangkut pengucilan Rusia,” tulisnya dalam situs Emerging Europe.
Rusia, menurutnya, selalu memiliki pengaruh geopolitik dan ekonomi yang besar di kawasan itu, termasuk di Ukraina sendiri. “Dan pengucilan itu harus penuh dan tidak bersyarat,” katanya.
Pengucilan total ini agaknya yang sulit diwujudkan. Rusia kini ditemani China yang meskipun tidak menolak resolusi pengucilan dari PBB tetapi juga tidak menyetujuinya. Selain China, ada India yang juga tidak bersikap bermusuhan dengan Rusia. Belakangan India malah menaikkan ekspor minyaknya dari negara tersebut.
Prospek Perang
Dengan situasi semacam ini, para peneliti CSIS yang berbasis di Washington DC menyimpulkan bahwa sanksi yang dikenakan kepada Rusia oleh komunitas internasional setelah invasi ke Ukraina memang sudah memperlihatkan dampak, tetapi pukulan terkuat belum datang.
Menurut para peneliti ini, Rusia memiliki situasi yang sedikit berbeda dari negara-negara yang juga dikenakan sanksi. Moskow diperkirakan mampu meminimalkan efek sanksi karena memiliki ekonomi yang relatif besar. Ia juga diuntungkan dengan tingginya harga energi, produk ekspor andalan.
Namun, CSIS juga mencatat ada faktor-faktor yang menjadi kelemahan mereka. Tidak seperti Iran, Rusia tidak memiliki cukup legitimasi ideologis rezim. Fakta ini membuat rezim Putin sulit untuk mencari pembenaran biaya ekonomi pada masyarakat. Tentu saja, ongkos perang yang saat ini berlangsung tidak murah, terutama dari segi biaya ekonomi dan manusia.
Kondisi-kondisi ini tentu saja lambat laun akan mempersulit Putin untuk mempertahankan perangnya di Ukraina. Oleh karena itu, masyarakat dunia boleh optimistis perang ini dapat disudahi, cepat atau lambat.
REUTERS | THE WASHINGTON POST | TIME
Pilihan Editor: Parlemen Vietnam Disebut akan Tunjuk Presiden Baru Pekan Ini