Ditentang Keras oleh Serikat Pekerja
Pertentangan keras terhadap Perpu Cipta Kerja disuarakan buruh sercara masif. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat bahkan mengaku heran mengapa pemerintah menerbitkan Perpu Cipta Kerja akhir tahun kemarin. Sebab, hasil putusan MK terhadap judicial review atas UU Cipta Kerja menyebut bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Pemerintah dan DPR diberi waktu dua tahun untuk memenuhi persyaratan pembuatan perundang-undangannya.
“Kami heran, selama dua tahun pemerintah dan DPR ngapain saja? Kan sudah dikasih waktu, tapi malah menerbitkan Perpu yang masuknya ke ranah materi,” ujar Mirah kepada Tempo, Rabu, 4 Januari 2023.
Ihwal materi, Mirah menyebutkan ada sejumlah poin bermasalah yang tidak pro, bahkan merugikan buruh. Pertama, soal outsourcing. Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, poin outsourcing sudah jelas diberlakukan hanya pada sektor tertentu. Misalnya, sekuriti, cleaning service, pertambangan, katering.
“Kalau di Perpu, betul ada pembatasan. Tapi ngambang. Akan diatur dalam PP selanjutnya, jadi nggak clear,” kata Mirah.
Poin kedua yang disoroti yakni mengenai tenaga kerja asing (TKA). Menurut Mirah, penggunaan TKA saat ini terlalu disederhanakan. Perusahaan yang membutuhkan TKA hanya perlu menyampaikan kebutuhannya ke Kementerian terkait, setelah itu TKA akan didatangkan.
Mirah menyebut ketentuan itu berbeda dengan peraturan dulu ketika ada sejumlah persyaratan yang dipenuhi. Misalnya, TKA yang bekerja di Indonesia adalah tenaga berkeahlian, bukan tenaga kasar, dan wajib berbahasa Indonesia. “Itu dihilangkan di Perpu,” ujar dia.
Poin ketiga, soal upah minimum. Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, kenaikan upah dihitung menggunakan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi. Selain itu ada komponen hidup layak atau KHL. Dalam Perpu Cipta Kerja, lanjut Mirah, ada perubahan, yakni pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi, plus koefisien nilai tertentu.
Ketentuan itu bakal diatur lagi dalam PP. Namun yang menjadi persoalan, PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan belum dibatalkan. “Dalam PP 36 itu hanya diitung dua komponen pilihan. Inflasi atau pertumbuhan ekonomi,” ucap Mirah.
Persoalan lain dalam Perpu Cipta Kerja ini adalah hilangnya upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK). Padahal, UMSK menjadi penting untuk membedakan sektor perusahaan yang ada. Selain itu, Mirah juga menyoroti pasal pesangon dan status karyawan kontrak. Belum lago ketentuan istirahat mingguan selama 1 hari dalam 6 hari kerja.
Adapun kontrak buruh yang semula dibatasi 3 tahun menjadi 5 tahun dan bisa terus diperpanjang. Mirah berujar, aturan ini pada praktiknya akan kacau. Jaminan sosial juga tidak didapatkan ketika buruh terus menerus berstatus menjadi karyawan kontrak.
“Ada tiga hal yang paling kami soroti. Tidak adanya kepastian upah, tidak ada kepastian status pekerjaan, dan tidak ada kepastian jaminan sosial dalam Perpu Cipta Kerja,” ucap Mirah. “Kami butuh jaminan, kepastian buruh untuk dapat upah layak berkeadilan, kepastian mendapat status pekerja tetap, dan kepastian jaminan sosial yang layak.”
Mirah lantas mengatakan bahwa Aspek saat ini tengah membuat materi sandingan antara UU Cipta Kerja dan Perpu Cipta Kerja. Rencananya, materi tersebut akan disampaikan kepada Presiden, pimpinan DPR, dan kementerian-kementerian terkait. Dia juga mengatakan serikat buruh dan pekerja berkonsolidasi secara nasional untuk membuka kemungkinan menggelar aksi.
“Kalau harus judicial review ke MK lagi, lah kemarin keputusan UU Cipta Kerja inkonstitusional saja hasilnya begini. Masak suruh judicial review lagi? Muter doang seperti lingkaran setan,” kata Mirah.
Pertentangan serupa juga disuarakan Partai Buruh dan organisasi serikat buruh lainnya. Soal upah, Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan formula kenaikan upah minimum makin tidak jelas dalam Perpu Cipta Kerja. Kenaikan upah minimum berdasarkan inflansi, pertumbuhan ekonomi, dan variabel indeks tertentu. Menurutnya, indeks tertentu ini tidak jelas.
“Seharusnya cukup berbunyi, kenaikan upah minimum didasarkan pada inflansi dan pertumbuhan ekonomi. Tidak perlu indeks tertentu,” kata Said, Rabu, 4 Januari 2024.
Said juga menyoroti pasal yang mengatur formula kenaikan upah minimum bisa berubah dalam keadaan ekonomi dan keadaan ketenagakerjaan tertentu. Menurutnya, hal itu membingungkan karena bertentangan dengan pasal sebelumnya yang mengatur fomula kenaikan upah minimum berdasarkan inflansi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks terntentu.
Said menerjemahkan ketentuan tersebut berlaku bagi perusahaan yang diperbolehkan tidak menaikkan upah minimum dalam keadaan krisis. Namun, menurutnya bukan formula yang mesti diubah. T”etapi ada kebijakan, bagi perusahaan yang benar-benar tidak mampu bisa mengajukan penangguhan dengan disertai bukti tertulis dalam kondisi merugi dua tahun berturut-turut.”