Ia meminta pemerintah mengedepankan asas keadlian dan keberimbangan bagi seluruh pihak yang terdampak atas keputusan tersebut. Karena itu ia menilai regulasi harus disusun berdasarkan kesepakatan bersama. Dorongan untuk merevisi sebuah regulasi pun, kata dia, harus memuat aspek harmonisasi agar tidak bertentangan dengan peraturan lainnya.
"Yang terjadi selama ini di ekosistem pertembakauan, kami hanya sekadar diberi tahu, tidak dilibatkan secara utuh. Termasuk dalam proses dorongan revisi PP Nomor 109 Tahun 2012," ujarnya.
Dia berharap jangan sampai regulasi yang lahir tidak komprehensif dan berujung pada upaya mematikan ekosistem pertembakauan. Terlebih ada 24 juta warga Indonesia yang menggantungkan mata pencahariannya pada industri rokok di Tanah Air, termasuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menegah (UMKM) yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo alias Jokowi mengungkapkan, larangan penjualan rokok eceran direncanakan oleh pemerintah guna melindungi masyarakat dari dampak buruk rokok terhadap kesehatan.
"Ya itu kan untuk menjaga kesehatan masyarakat kita semuanya, di beberapa negara justru sudah dilarang tidak boleh, kita kan masih, tapi untuk yang batangan, tidak, ya," kata Jokowi saat ditemui wartawan di Pasar Pujasera, Subang, Jawa Barat, Selasa, 27 Desember 2022.
Cukai rokok dinaikkan
Selain rencana larangan penjualan rokok eceran, pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau atau CHT untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan prevalensi perokok laki-laki dewasa yang kini mencapai 71,3 persen. Hal itu membuat Indonesia menduduki peringkat pertama atau tertinggi di dunia.
Adapun harga rokok di Indonesia relatif murah, jauh di bawah rata-rata dunia yaitu US$ 4. Harga rokok termahal ada di Australia sebesar US$ 21, sedangkan di dalam negeri hanya US$ 2,1. Pertimbangan menekan konsumsi rokok juga tak lepas dari bagaimana komoditas itu masuk ke dalam dua komponen pengeluaran terbesar bagi rumah tangga di Indonesia baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Sri Mulyani menjelaskan rumah tangga miskin rata-rata mengeluarkan uang sebesar Rp 246.382 per bulan untuk membeli rokok. Padahal uang sebesar itu bisa digunakan untuk membeli barang pangan untuk meningkatkan gizi, seperti tahu dan tempe misalnya.
Dengan ketergantungan rokok itu pula, menurut Sri Mulyani, setiap kenaikan pengeluaran rokok 1 persen bisa meningkatkan potensi rumah tangga menjadi miskin sebesar 6 persen.
"Ini dilema, bagaimana bisa kita mempengaruhi konsumsi rumah tangga agar bisa memprioritaskan barang-barang yang lebih bergizi sehingga anak-anak mereka tumbuh menjadi sehat, produktif dan baik," tutur Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Senin, 12 Desember 2022.
RIANI SANUSI PUTRI | M JULNIS FIRMANSYAH
Baca juga: Jokowi Larang Penjualan Rokok Eceran Tahun Depan, Ini Respons Ketua Gaprindo
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.