Jika prosesnya lancar, ia memperkirakan pelaksanaan larangan penjualan rokok batangan baru dimulai pada awal 2024, itu pun baru diawali dengan sosialisasi pada masyarakat.
Selain pelarangan rokok batangan, ia pun menyambut positif langkah pemerintah menaikan cukai hasil tembakau (CHT) agar dampaknya bisa signifikan untuk memastikan anak-anak tidak mampu membeli rokok.
"Kami mengharapkan pemerintah kukuh menjalankan rencana ini. Kami mengharapkan konsumsi rokok turun signifikan agar kualitas kesehatan masyarakat semakin baik," tuturnya. Semua pihak, kata dia, seharusnya sepakat bahwa anak-anak adalah harapan masa depan yang harus dijauhkan dari konsumsi rokok yang merusak kesehatan.
Adapun lewat Keppres Nomor 25 Tahun 2022, RPP Nomor 109 Tahun 2012 tak hanya mengatur soal pelarangan penjualan rokok secara eceran. Pemerintah juga mengatur ihwal penambahan luas prosentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau.
Berikutnya ada aturan tentang rokok elektronik, pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi.
Lalu ada aturan tentang pengawasan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang, dan media teknologi informasi, penegakan dan penindakan, dan media teknologi informasi serta penerapan Kawasan Tanpa Rokok atau KTR.
Beleid itu diprakarsai oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan dasar pembentukan pasal 116 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Harus ada evaluasi komprehensif
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Tri Hananto Wibisono mengungkapkan harus ada evaluasi secara komprehensif dengan indikator yang akurat terlebih dahulu sebelum pemerintah memutuskan akan merevisi PP 109 Tahun 2012 itu. Tri pun menilai metode dan proses survei yang seringkali dijadikan referensi oleh Kemenkes tidak pernah disampaikan secara transparan.
Menurut dia, Kemenkes selalu mengacu kepada data riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun 2018 yang menyebutkan bahwa jumlah prevalensi perokok anak Indonesia berada di angka 9,1 persen dan akan terus naik.
"Hal tersebut sangat kontradiktif dengan data resmi BPS yang menunjukkan bahwa prevalensi perokok anak di bawah 18 tahun sudah turun selama lima tahun terakhir," ujarnya saat dihubungi Tempo, Kamis, 29 Desember 2022.
Ia merujuk pada data BPS yang menunjukkan prevalensi perokok umur di bawah 18 tahun turun menjadi 3,44 persen pada 2022, dari angka 3,69 persen pada 2021.
Kendati demikian, ia mengungkapkan AMTI dan seluruh elemen ekosistem pertembakauan tidak anti-regulasi. Tetapi, ia berharap pihak yang berkaitan atau terdampak atas regulasi itu dilibatkan dalam proses perumusan regulasi, sehingga mampu bersama-sama menjalankan implementasinya dengan baik.
Selanjutnya: Ia meminta pemerintah mengedepankan ...