Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Djoko Setijowarno menyatakan untuk kelanjutan proyek kereta cepat tersebut diperlukan kereta pengganti. "Seandainya ingin cepat tepat waktu (penyelesaian proyek), atau dengan kapasitas operasi yang ada dinaikkan," ujarnya.
Kereta kerja anjlok tak lepas dari kejar tayang
Ketua Bidang Perkeretaapian MTI Aditya Dwi Laksana menilai kereta kerja yang anjlok itu tak lepas dari masalah kejar tayang yang sudah ditargetkan. Sepur kilat itu ditargetkan beroperasi pada Juni 2023.
“Seharusnya kalau ngomongin safety itu tidak hanya dalam operasional, tapi safety ketika konstruksi, ketika pra operasi termasuk uji coba,” ujar dia melalui sambugan telepon pada Senin.
Menurut Aditya, kejadian kecelakaan dalam konstruksi dalam proyek yang digarap KCIC bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, kata dia, ada kecelakaan pipa gas PT Pertamina (Persero) yang terbakar, lalu banjing di tol, bahkan sempat ada pilar yang diambrukan dan menimpa eskavator. “Karena ada penyimpangan.”
Dari beberapa kejadian tersebut, Aditya melanjutkan, seharusnya penyelenggara proyek mengambil kesimpulan agar proyek tersebut bisa dikerjakan secara prudent dan sifatnya tidak kejar tayang. Dia juga mempertanyakan apa urgensinya kereta cepat itu harus beroperasi Juni 2023, sampai mengorbankan keamanan atau safety.
“Ini nyawanya dua meninggal kalau saya enggak salah ya. Apa lagi ada korban jiwa, jadi saya pikir ayolah kita evaluasi lagi,” kata Aditya.
Dia menyarankan agar KCIC memetakan kembali apakah target Juni 2023 itu realistis atau target yang dipaksakan. Aditya mengatakan, hal itu sama saja dengan bayi yang baru lahir dipaksakan untuk berlari. “Kan ada anologi seperti ini. Maksud saya ini bayinya saja belum muncul tapi sudah dipaksa,” ucap Aditya.
Aditya juga mengungkap beberapa kemungkinan faktor penyebab kereta kerja pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang anjlok. “Kenapa kemudian lokomotif teknisnya kok bisa anjlok? Berarti keretanya tidak berhenti, masih jalan kalau saya enggak salah,” ujar Aditya.
Faktor faktor pertama, kata dia, dari manusia atau pekerjanya sendiri, apakah fokus atau tidak, serta tidak konsentrasi sehingga ada pelanggaran teknis. Faktor kedua, bisa juga terjadi karena adanya ganguan pada sarananya seperti pengereman.
Atau faktor ketiga pekerjanya yang letih karena jam kerjanya tinggi yang termasuk dalam kesalahan manajemen. “Ini macam-macam ya kalau ngomongin penyebabnya. Bagaimana pun juga ini enggak boleh terjadi dan enggak boleh terulang lagi,” kata Aditya.
Oleh karena itu, dia menyarankan agar KCIC memperbaiki prosedur khususnya di bagian sumber daya manusianya (SDM), khususnya di sistem kerja dan alokasi waktu. Aditya juga meminta agar penyelenggara proyek memetakan kembali pakah target operasi kereta kilat pada Juni 2023 itu realistis atau tidak.
Selanjutnya: “Kalau perlu percepatan, realistis apa ..."