Jokowi memberi waktu kerja maksimal 1 bulan untuk TGIPF, tapi mereka bekerja lebih cepat. Sebab pada 14 Oktober, TGIPF sudah melaporkan hasil ke Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat.
"Jadi itu lebih mengerikan dari sekedar semprot (gas air mata), mati, semprot, mati," kata dia dalam konferensi pers di Istana, Jumat, 14 Oktober 2022.
Dalam rekaman CCTV, tim menyaksikan ada korban yang saling bergandengan untuk keluar. Satu orang keluar dan satu lain tertinggal di dalam stadion. Lalu yang sudah keluar masuk lagi untuk menolong rekannya.
"Terinjak-injak, mati," kata Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan ini.
Ada juga korban yang saling memberi bantuan pernapasan. "Karena sudah tidak bisa bernapas, kena semprot (gas air mata), juga mati. Lebih mengerikan dari yang beredar, karena ini ada CCTV," ujar mantan Ketua MK ini.
Anggota TGIPF lainnya, Rhenald Kasali, juga merasakan kengerian yang sama ketika menyaksikan rekaman proses jatuhnya korban tersebut. Semua CCTV yang dikumpulkan TGIPF bisa merekam jelas kejadian tersebut.
"Ngeri sekali, sangat ngeri," kata dia.
Meski begitu, Rhenald menyebut anggota TGIPF juga diisi oleh kelompok senior alias profesional.
"Jadi tetap menyimak penuh hati-hati, walau menarik napas, lalu minta diputar ulang, karena kami harus mencari fakta, tapi buat ditonton enggak enak sekali," kata dia.
Menanti Pemeriksaan Gas Air Mata
Dalam kesimpulannya, TGIPF menyebut gas air mata yang dilepaskan polisi sebagai penyebab utama kematian massal di insiden tersebut.
"Kemudian yang mati dan cacat, serta sekarang kritis dipastikan itu terjadi karena desak-desakan setelah ada gas air mata yang disemprotkan, itu penyebabnya," kata Mahfud.
Gas air mata yang digunakan polisi itu pun sudah kedaluwarsa. Mahfud menyebut kadar bahaya dan racun pada gas itu sekarang sedang diperiksa oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN.
"Tapi apapun hasil pemeriksaan BRIN tak bisa mengurangi kesimpulan bahwa kematian massal itu terutama disebabkan oleh gas air mata," ujar Mahfud.
Akmal menyebut gas air mata dalam tragedi ini memang harus ditelisik lebih jauh. Sebab gas air mata juga punya tingkatan bahaya dari level rendah seperti yang digunakan aparat saat ada demonstrasi hingga level tinggi untuk menangkap teroris.
"TGIPF kan ada polisi tentara, Pak Doni (mantan Kepala BNPB Doni Monardo, yang juga anggota TGIPF) bahkan menyampaikan itu, jangan sampai kemudian yang dipakai gas air mata buat teroris, makanya banyak korban," kata Akmal.
Selain itu, Akmal menyebut hasil pemeriksaan BRIN nantinya juga bisa menjadi barang bukti ke depan saat proses persidangan para tersangka. Itu sebabnya, salah satu rekomendasi TGIPF untuk polisi adalah melakukan otopsi terhadap pasien yang meninggal dengan ciri-ciri yang diduga disebabkan oleh gas air mata, guna memastikan faktor-faktor penyebab kematian.
Tapi ini bukanlah hal mudah. Lantaran kebanyakan korban meninggal di stadion dan tidak punya rekam medis penyebab tewas dari rumah sakit. Misalnya otopsi dilakukan terhadap salah satu korban, ternyata yang bersangkutan meninggal karena terinjak-injak, bukan gas air mata.
"Kan jadi enggak nyambung," kata Akmal yang merupakan koordinator lembaga swadaya Save Our Soccer.
Meski demikian, Mahfud sudah bersurat kepada BRIN untuk pemeriksaan sampel gas air mata di Tragedi Kanjuruhan ini. Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyebut pihaknya sudah mendapat penugasan resmi untuk pemeriksaan ini.
"Hasilnya akan kami sampaikan langsung ke Menko Polhukam nanti," ujarnya.
Tapi Ia tidak merinci apakah BRIN ikut menelisik apakah gas air mata yang digunakan untuk demo atau untuk teroris, seperti yang disampaikan Akmal.
"Kami akan melakukan analisa kandungan dalam sampel saja, masalah bagaimana disimpulkan itu masalah lain dan menjadi kewenangan pihak terkait nanti" kata dia.
Laksana berharap pemeriksaan dari BRIN bisa selesai pekan depan. Pemeriksaan kini terus berjalan, tidak hanya di satu laboratorium saja, tapi di beberapa laboratorium.
"Karena kami diminta untuk analisa lengkap semua unsur," ujarnya.
Sementara, Mahfud tidak membantah ketika dikonfirmasi apakah BRIN akan melihat juga apakah gas air mata dalam Tragedi Kanjuruhan adalah skala rendah untuk demo atau skala tinggi untuk teroris. Sebab, isu skala bahaya gas air mata ini jadi perhatian dalam rapat TGIPF.
"Ya, BRIN secara resmi kita minta lakukan pemeriksaan laboratorium," kata dia saat dihubungi.
Selanjutnya, Rekomendasi untuk semua pihak