Penyebab Musim Dingin Kripto
Menurut Bappebti musim dingin kripto disebabkan karena pelemahan ekonomi global; kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, The Fed; dan perang Rusia-Ukraina. Juga cryptowinter yang berdampak pada pasar investasi baik saham, futures komoditi, selain itu kripto dan perusahaan startup juga banyak yang collaps.
Selain itu, pelemahan harga kripto terutama yang kapitalisasi besar seperti Bitcoin, Etherium, USDT Tether, berdampak pada penurunan altcoin lainnya. “Itu membuat investor menahan untuk lebih banyak bertransaksi dan pasar lebih sepi daripada periode sebelumnya,” ucap Tirta.
Hal senada juga disampaikan Pendiri Good Games Guild Aditya Kinarang. Dia melihat pasar kripto sekarang kembali memasuki fase bearish. Indikasinya adalah jatuhnya berbagai harga koin kripto, termasuk yang sempat terjadi pada Stablecoin Terra USD atau UST pada Mei lalu. Padahal, stablecoin dirancang agar nilainya tetap stabil sesuai dengan nilai mata uang acuannya.
Kondisi pasar kripto semakin tertekan seiring dengan terjadinya perang hingga melonjaknya inflasi di berbagai negara. "Inflasi itu kan membuat The Fed menaikkan suku bunga yg berimbas banyak investor memindahkan atau mengonversi aset-asetnya menjadi dolar Amerika," tutur Aditya pada 26 September 2022.
Adapun terjadinya perang dianggap membuat masyarakat lebih memilih memegang uang tunai ketimbang aset lain seperti kripto, karena situasi yang tidak pasti. Terlebih, banyak investor kripto berasal dari Eropa. “Saya masih akan melihat perkembangan situasi ke depannya sebelum membeli lagi aset kripto,” kata dia.
Cerita Investor di Musim Dingin Kripto
Bagi Aditya musim dingin kripto menjadi momentum untuk mengubah kembali komposisi aset investasinya. Aditya sebelumnya menaruh 95 persen dana investasi di aset kripto. Seiring lesunya industri ini, ia memilih untuk memindahkan duitnya ke bentuk investasi lainnya.
"Sekarang masih pegang tapi kecil, hanya sekitar 10 persen dari aset total. Aku mostly sudah exit," ujar Adtya. Ia mengatakan strategi investasinya kini menjadi lebih konservatif dengan mengurangi aset-aset berisiko tinggi.
Strategi itu adalah hasil dari pengalamannya menghadapi dua kali musim kering kripto sebelumnya. Selain tahun ini, fenomena anjloknya harga aset kripto pernah terjadi pada 2014 dan 2018. Menurut dia, dari pengalaman itu ia menyadari bahwa investor kripto harus bisa membaca arah pasar, kapan akan jatuh dan kapan akan pulih.
"Selain itu, investor juga tidak boleh takut mengambl untung dan tidak boleh serakah," ujar Aditya. Salah satu keputusan yang ia ambil dalam menghadapi musim dingin kripto kali ini adalah menjual perusahaan platform jual beli aset kripto yang didirikannya, Biido.
Aditya mengatakan masih akan melihat perkembangan situasi ke depannya sebelum membeli lagi aset kripto. Musababnya, tidak menutup kemungkinan harga koin-koin kripto turun lebih dalam lagi ke depannya. "Biasanya masih bakal turun, sabar," ujar dia. "Nanti saya akan masuk lagi kalau ada tanda-tanda market membaik."
Senior Research Associate Indonesia Financial Group (IFG) Progress, Ibrahim Kholilul Rohman, melihat para investor kripto di Indonesia sangat realistis dan cenderung keluar-masuk di berbagai aset investasi. Karena itu, ketika Bitcoin sebagai jangkar bagi aset kripto global harganya turun tajam, mereka pun memilih untuk menarik diri dari pasar koin digital.
Namun begitu mulai ada pemulihan, ia melihat para investor itu akan masuk kembali ke aset kripto. "Sebenarnya akan ikut tren dunia saja. Dengan sekarang kripto mulai rebound harganya, saya pikir masyarakat juga akan kembali lagi. Mungkin enggak akan sebesar saat pandemi, tapi tinggal menunggu saja," ujarnya.