TEMPO.CO, Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) 'kebakaran' saat Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi di Indonesia sebesar 1,17 persen secara bulanan atau 5,95 persen secara tahunan, dua hari lalu. Indeks langsung amblek 1,08 poin atau 0,44 persen ke posisi 7.009,72 pada perdagangan Senin sore, 3 Oktober.
Pada saat yang sama, kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 5,1 poin setara dengan 0,5 persen ke posisi 1.006,37. Berbagai indeks sektoral layu akibat kondisi itu dan ancaman resesi ekonomi global pada 2023. Kalangan analis saham menganggap anjloknya Bursa Efek Indonesia (BEI) itu dipengaruhi tekanan inflasi.
"Dipengaruhi oleh rilis tingkat inflasi tahunan pada September yang kembali mengalami peningkatan menjadi 5,95 persen," kata Tim riset Pilarmas Investindo Sekuritas pada hari yang sama.
Namun, pelemahan IHSG ini tak terus berlangsung lama. Minat investor untuk menanamkan modalnya di pasar saham masih kencang. Tak butuh waktu berlarut-larut, indeks langsung bangkit lagi. Pada penutupan perdagangan Selasa, 4 Oktober, IHSG telah kembali ke zona hijau ke level 7.072,26 atau menguat 0,89 persen dari penutupan hari sebelumnya 7.009,72.
Tim riset PT Samuel Sekuritas Indonesia mencatat, saat IHSG kemarin menguat dan kembali ke zona hijau, lajunya ditopang oleh peningkatan indeks sektor energi (IDXENERGY) yang menutup sesi pertama saat itu dengan penguatan tertinggi, yakni naik 2,05 persen. Posisi kedua diisi indeks sektor industri (IDXINDUST) tumbuh 1,54 persen, duikuti indeks sektor transportasi (IDXTRANS) naik 1,41 persen.
"Hanya dua indeks sectoral yang menutup sesi pertama hari Ini di zona merah, yaitu indeks sektor kesehatan (IDXHEALTH) turun 0,22 persen) dan indeks sektor teknologi (IDXTECHNO) turun 0,11 persen," kata Tim riset Samuel Sekuritas.
Analis Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova mengatakan indeks sektor energi menjadi primadona pada saat masa-masa tingginya inflasi dan ancaman resesi global. Sebab, kebutuhan energi saat ini sangat tinggi. Apalagi, sejumlah negara mengalami krisis energi akibat dampak perang Rusia dan Ukraina.
Akibatnya, kata Ivan, saham-saham sektor energi itu menjadi terlihat menarik di kalangan investor dan memiliki prospek menjadi sektor penahan tekanan pada indeks. "Mengingat kebutuhan energi yang saat ini tinggi dan tercermin pada harga komoditas batubara yang masih tinggi, gas alam serta minyak mentah yang mulai menunjukkan indikasi rebound," kata dia.
Dengan moncernya saham sektor energi tersebut, Ivan menganggap tren pelemahan IHSG sendiri kemungkinan dapat berakhir pada Oktober ini, jika levelnya tidak tembus ke bawah 6.800. Pada masa-masa kuartal III 2022 ini emiten-emiten saham akan merilis laporan keuangannya, sehingga dapat membangkitkan minat investor untuk investasi.
"Harapannya secara teknikal terlihat ada indikasi meredanya tekanan jual ketika laporan keuangan kuartal III nanti mulai dirilis dan terjadi akumulasi pada emiten-eniten yang menunjukkan ketahanan dari sisi kinerjanya," ujar Ivan.
Berikutnya, potensi keuntungan investasi di sektor energi...