Keputusan menaikkan tarif angkot juga mau tak mau dilakukan, kata dia, karena sopir tak bisa menalanginya. "Kita tekor kalau gak naikin tarif."
Ia menjelaskan, kenaikan tarif angkot sudah diberlakukan oleh para pengemudi sejak hari diumumkannya kenaikan harga BBM akhir pekan lalu. Meski begitu, kenaikan tarif angkot tak bisa sampai mengimbangi naiknya harga BBM.
Dia mencontohkan, untuk kenaikan harga Pertalite sekitar Rp 2.350, karena naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter. Sedangkan tarif angkot untuk jarak dekat naiknya hanya Rp 1.000 dari biasnya Rp 2.000 menjadi Rp 3.000 dan jarak sedang dari Rp 5.000 menjadi Rp 6.000.
"Ya habis kalau kita naiknya sampai Rp 2.000 ya enggak bisa lah. Naik Rp 1.000 aja jarang yang naik. Dampaknya ke pendapatan jadinya jauh berkurang. malah kita nombok bensin," ujar Dedi.
Sejak harga BBM naik dan tarif angkot disesuaikan, Dedi mengatakan, untuk mendapatkan Rp 150 ribu per hari sangat sulit. Angka itu belum dikurangi dengan biaya setoran angkotnya sebesar Rp 50 ribu dan bensin paling sedikit Rp 80 ribu. Sehingga, pendapat bersih sehari hanya sekitar Rp 20 ribu.
"Setelah pandemi agak mendingan, agak normal pendapatan, ada lebih sedikit. Tapi setelah naik bensin ini anjlok lagi. Bukannya pemulihan, malah terpuruk," kata Dedi.
Khawatir bansos sering salah sasaran
Baik Mamay dan Dedi sama-sama tak punya pilihan lain selain mengharapkan bantuan dari pemerintah. Mereka mengaku telah mendengar adanya rencan bantuan sosial (bansos) dalam bentuk subsidi khusus yang diberikan pemerintah pusat melalui pemerintah daerah, tapi belum pernah diajak bicara langsung oleh pemda.
"Ya biasalah kan subsidi itu kadang-kadang suka salah sasaran. Makanya saya pengennya sopir angkot itu didata. Jadi jelas siapa yang dapat subsidi dari pemerintah," kata Dedi.
Setelah berselang 4 menit berbincang dengan Tempo, akhirnya ada satu penumpang yang masuk ke angkot Dedi bersama dengan seorang anak perempuannya. Saat ditanya apakah memang sudah lama jadi pengguna angkot, ibu-ibu yang enggan disebutkan namanya itu mengaku memang jadi pelanggan setia angkot sejak lama, sebab ongkosnya lebih murah dari ojek online.
"Emang sayanya juga enggak bisa naik motor. Jadi kalau lagi enggak ada yang bisa anter, biasa ke mana-mana naik angkot. Lebih murah dibanding naik ojol,," kata ibu muda tersebut.
Selain angkot, Perusahaan Otobus (PO) Antarkota Antarprovinsi (AKAP) di Terminal Terpadu Pulo Gebang, Jakarta Timur juga telah menaikkan harga tiket bus antara Rp 20.000 hingga Rp 30.000 seiring dengan kenaikan harga BBM yang diumumkan Presiden Jokowi tersebut.
Salah satu PO bus AKAP di Terminal Terpadu Pulo Gebang, Jakarta Timur, yakni PT Gunung Mulia Putera, mengerek harga tiket untuk jurusan lintas Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Pegawai PO Bus PT Gunung Mulia Putera, Hendry mengatakan, kenaikan tarif tersebut berkisar Rp 20.000 hingga Rp 30.000 per penumpang untuk menyesuaikan harga BBM. "Untuk kenaikan harga yang membedakan tergantung jarak lokasi saja," ujar Hendry seperti dilansir dari Antara, Senin, 5 September 2022.
Selanjutnya: Kenaikan harga BBM disebut tak terlalu berpengaruh ke 3 moda transportasi.