Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menjelaskan, kenaikan harga BBM tidak hanya langsung memengaruhi inflasi harga-harga yang diatur pemerintah, melainkan juga berdampak pada harga-harga barang dan jasa lainnya.
Oleh sebab itu, dia memperkirakan, hingga akhir 2022 BI masih akan terus melanjutkan tren kenaikan suku bunga acuan yang dimulai dari bulan ini. Menurut dia, hingga akhir tahun dewan gubernur BI akan menaikkan suku bunga acuan lagi maksimal sebesar 50 basis poin hingga menjadi di level 4,25 persen. Sama seperti level suku bunga acuan pada 18 Juni 2020.
"Secara keseluruhan, kami melihat BI masih memiliki ruang untuk menaikkan BI-7DRRR hingga 50 bps, maksimal 4,25 persen di sisa tahun 2022 vs 3,50 persen pada 2021," ujar Andry.
Senada, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memperkirakan, hingga akhir 2022, BI masih akan menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 50 basis poin. Lagi-lagi akibat peningkatan ekspektasi inflasi ke depannya, serta potensi peningkatan inflasi inti di akhir tahun. Ini dipicu tekanan dari harga komoditas global, serta naiknya harga BBM bersubsidi.
"Hal ini berkaitan juga dengan potensi kenaikan BBM bersubsidi dalam waktu dekat, sehingga inflasi dari sisi produk energi juga akan kembali meningkat. Peningkatan inflasi dari sisi bahan bakar dikhawatirkan berdampak pada inflasi inti secara umum sebagai dampak second round pada harga barang lainnya," kata dia.
Dia mengingatkan, kenaikan suku bunga acuan ini tentu memiliki dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia yang masih dalam tahap pemulihan pasca diterjang Pandemi Covid-19. Dampak pada pertumbuhan ekonomi terutama berkaitan dengan investasi hingga konsumsi, bergantung pada seberapa cepat transmisi kenaikan suku bunga oleh sektor perbankan.
"Perlambatan akan mulai terasa pada kuartal IV 2022, yang diperkirakan melambat hingga di bawah 5 persen. Secara umum, pertumbuhan ekonomi pada 2022 akan berkisar pada 5,0 persen - 5,2 persen," ucap Josua.
Melambatnya tingkat investasi dan konsumsi ini tentu dipengaruhi oleh biaya dana atau cost fund yang bakal ikut naik karena kalangan perbankan juga akan menyesuaikan tingkat suku bunga pinjaman atau kredit dan suku bunga simpanan.
Ekonom dan Co-Founder & Dewan Pakar Institute of Social, Economic and Digital (ISED) Ryan Kiryanto menganggap penyesuaian suku bunga kredit dan simpanan di perbankan tidak akan besar.
"Bahwa kenaikan BI7DRRR hanya 25 bps mengindikasikan kalau pun terjadi penyesuaian suku bunga perbankan dan pembiayaan, maka kemungkinan besaran kenaikannya tidak terlalu besar," ujar Ryan.
Ini yang juga menyebabkan BI optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan terus menguat secara keseluruhan tahun ini di rentang 4,5 - 5,3 persen dengan bias ke atas dari perkiraan Juli 2022 bias ke bawah. Apalagi, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) di perbankan masih tinggi mencapai 27,92 persen sehingga tetap mendukung kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit.
"Yang pasti, karena kondisi likuiditas setiap bank dan lembaga pembiayaan secara individual berbeda satu dengan lainnya, maka kemungkinan bisa terjadi penyesuaian suku bunga di sektor keuangan tidak akan seragam dan serentak," kata Ryan.
Bankir Pede Kenaikan BI Rate Tak Gembosi Kredit