Karena Pulau Komodo objek wisata andalan nasional, kata dia, pemerintah pusat dan daerah semestinya menanggung biaya konservasi itu. Bila beban terbagi, maka tarif tiket tidak akan terlalu melambung dan inklusivitas wisatawan tetap bisa dipertahankan.
Menurutnya, tarif bisa dibedakan berdasarkan beberapa tipe, seperti wisatawan asing, wisatawan domestik, dan wisatawan lokal sekitar daerah wisata. "Karena yang jelas, daya beli antar wisatawan itu berbeda sekali, jauh sekali berbeda," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menyebutkan biaya Rp 3,7 juta merupakan total keseluruhan dari biaya konservasi berupa nilai jasa ekosistem selama satu tahun. Angka tersebut, diperoleh melalui kajian dari para ahli. Adapun nilai jasa ekosistem yang dimaksud adalah sumber daya alam yang menunjang keberlangsungan kehidupan makhluk hidup, seperti air, oksigen, sumber makanan, dan mencakup pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh wisatawan.
Ia berujar biaya tiket juga sudah termasuk dengan tiket masuk kawasan Taman Nasional Komodo serta pemberian suvenir buatan masyarakat sekitar Pulau Komodo.
"Kebijakan ini akan bisa menarik lebih banyak wisatawan yang menghargai upaya konservasi dan ikut membangun destinasi-destinasi lain di Nusa Tenggara Timur sebagai destinasi wisata unggulan," kata dia melalui keterangan resmi Kemenparekraf, Senin, 12 Juli 2022.
Sandiaga berujar biaya konservasi hasil dari kenaikan tarif masuk dapat menunjang upaya pemerintah untuk menjaga kelestarian alam. Menurutnya, biaya tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di kawasan Taman Nasional Komodo.
"Ini merupakan suatu kebulatan tekad Kemenparekraf bersama Pemprov Nusa Tenggara Timur, KLHK, dan Balai Taman Nasional Komodo untuk terus melakukan upaya-upaya terbaik dalam solusi pengembangan pariwisata dan konservasi di kawasan Taman Nasional Komodo," ujar Sandiaga.
Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Zet Sony Libing mengatakan wacana kenaikan harga dikaji oleh tim ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Indonesia (UI), Universitas Andalas, dan Universitas Udayana. Setelah dikaji, kata dia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pun menyetujuinya.
Ia menjabarkan kajian tersebut mengungkapkan bahwa terjadi penurunan kualitas ekosistem di dua pulau, yaitu Pulau Komodo dan Pulau Padar. Alhasil, pembatasan pengunjung dilakukan di dua pulau itu agar wisatawan tidak merusak ekosistem komodo.
Zet menyebutkan berbagai temuan dalam kajian tersebut, di antaranya perburuan liar, pembakaran hutan, ilegal fishing, kerusakan terumbu karang, hingga pencurian. "Oleh karena itu kami meminta wisatawan untuk berkontribusi," kata dia.
Soal pembatasan kunjungan, ia mengungkapkan tim ahli sebenarnya meminta agar dibatasi hingga 219 ribu orang per tahun. Namun Pemerintah Provinsi memutuskan agar dibatasi sampai 200 ribu wisatawan per tahun.
Bagi wisatawan yang ingin mengunjungi komodo namun tidak mampu membayar tiket Rp 3,7 juta, Zet berujar objek wisata komodo di Pulau Rinca bisa menjadi pilihan alternatif. "Orang mau lihat komodo kan ada di Rinca. Terserah dia akan ke Rinca. Kami hanya ingin agar komodo tidak punah, sama dengan bangsa Cina yang menjaga panda mereka," ujarnya.
RIANI SANUSI PUTRI | FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Baca: Tiket Masuk Komodo Naik, Pemerintah Diminta Carikan Alternatif bagi Pelaku Usaha Wisata Sekitar
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini